Friday, June 7, 2013

Pagi, Bara...

Kembali pada abjad yang menumpuk di ujung jariku... Aku tak pernah sendirian, seperti yang aku pikirkan. Hujan, malam, dingin selalu membelai mesra ku.

Hampir subuh tadi, ketika aku lelap.
Aku lelap terlalu dalam selama ini.... Seolah tidur ku adalah tidur nyenyak, bantal guling, selimut hangat. Dan ternyata aku sedang tidur telanjang, dingin sampai ke tulang. Bisu sampai ke ujung rambut, malu melapis didalam pori-pori kulit...

Lantas, banyak hal yang tak ingin ku tahu, tak perlu ku tahu. tapi semua menunjukkan dirinya, semakin liar, aku semakin terpojok.
satu persatu hadir; pengkhianatan, rasa tak sabar, kisah baru mu, rindu mu yang pahit, aku harusnya tak tahu, semesta berkata lain; aku mesti tahu dan ditunjukan...

Air mata ku sering jatuh akhir-akhir ini, seperti yang kau bilang tentang empati.
Tahukah kau aku begitu benci dengan kata-itu?
Kau tak berhak mengeluarkan kata itu untuk ku... Kau tak berhak iba pada ku, aku tak butuh.
Semua sakit subuh lalu, atas kehilangan ku; kehilangan mu, kehilangan dia... Ah sudah lah, bukannya aku akan terbiasa.
Semua tentang waktu yang akan menyembuhkan, entah kapan.
Jumpa, rasa. Cinta, hidup, mati, dan kembali mati. Semua sudah tentu ada lembar yang telah tertulis.
Tentang aku, tak mau lagi mencoba tahu tentang mu.

Hampir subuh,
Aku terbangun.
Melihat mu, dia, dia, dia, didalam mimpi ku, mimpi mengoyak lelap ku, memaksa ku mengisi sakit lagi, kenapa pada akhirnya tak ada jeda?

Sesungguhnya, hingga detik ini, hari ini, tak pernah sedetik pun aku membenci mu, aku hanya marah, marah atas diriku sendiri, jangan lagi bicara cinta, cukup aku saja yang tahu rasanya.
Cukup aku saja yang merasakan sulitnya ingin tidur dan sakitnya ketika bangun, cukup aku yang tahu bagaimana ketakutan ketika bermimpi...
Aku ingin selalu tertidur, tanpa mimipi, tanpa takut, tanpa bangun, hanya sambil mendekap BARA ku yang masih saja hangat....

Lalu kau diam-diam mengendap pergi, selamanya, dengan jaket jeans mu yang robek-robek, seperti pertama kali kita bertemu, tak mengenal, hingga kita akan kembali lagi untuk tak saling mengenal.
Bukankah begitu hakikatnya perjumpaan, selalu ada selamat tinggal setelah ada selamat datang.

Aku tak berharap lagi kita akan bertemu di stasiun yang sama, sudahlah.. Kenang semakin memukul ku hingga lebam-lebam.
Cukup saja, menahan sendirian.
Seperti yang kau bilang, tak akan adalagi sampai jumpa, meski tiba masa, karena selesai, maka selesai. Kalimat yang habis maka habis.

Akhirnya aku kelelahan, menangis semalaman.
Rasanya seperti kau memelukku dari belakang, seperti biasnya; hangat, lalu membakar, hingga kau mencabik-cabik ku, lalu aku terlelap lagi, air di ujung mata, ku hapus saja.
Dan kau sudah berlalu mengacaukan cerita-cerita pendek yang sudah ku tulis.



7 juni 2013
_semua tak akan bisa mengembalikan apapun_
Tak akan bisa.