Sunday, July 21, 2013

Pulang



Dan pagi tak pernah kembali terang lagi
Aku terbungkus berlusin kenang
Jejaki harap, inikah palsu?
Bagaimana bisa kau begitu saja pergi..
Kau bilang kala itu ‘I will never let you go..’
Dan bibir mu bahkan katakan “lupakan aku”

Boneka lusuh ku ini teriak nama mu..
Jadi rupanya, tak hanya aku yang merindu.

Hai Bodoh, kau bawa semua dunia ku
Harus apa aku kini ?
Topeng ku sudah habis.. bisakah kau pijamkan sebentar saja ?
Habislah kata, ini namanya penjara dan aku tak ingin bebas, lupakan kuncinya
Aku tak bisa kemana-mana..
Bahkan untuk pergi, mencari mu…
Tolong, kembalilah suatu hari nanti..
Jenguk aku sebentar dalam nisanku, jika berkenan…

Bukan mati karena mu, hanya mati tanpa mu…



19 juli 2013

---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Kamu pulang..
Sebentar saja, mendekap ku erat, memeluk ku hangat.
Entah.
Nafas mu, detak ku.
Bahkan aku lupa kapan terakhir kita sedekat itu. Hati.

Aku tahu, kau tidak akan pernah begitu saja pergi. Aku pun.
Dan minggu pagi kita.
Embunnya.
Bulan yang jingga.
Aku ingin selalu memeluk.
Seperti tangan mu yang tak dingin.
Karena kau. Aku.
Selalu berapi. Masih.

Tak ada yang pernah lari..
Sampai tiba pada legenda milik kita….
Maka aku berpuralah, seperti mu..
Karena memang, selalu cukup kita. Saja.

Cinta. Setidaknya begitu yang aku percaya. 


Halte




Gerimis mencium ku diam – diam. Matanya melirik ku perlahan. Mata siapa? Tatapan dalam rintiknya. Seperti aku yang dalam diam memuja yang aku bilang matahari pagi. Pukul 06.00 sudah tiga ratus lima belas hari aku duduk disini membawa buku catatan  yang semakin lama makin dekil.  Disini sepi, hanya ada aku dan anak kecil dengan seragam SD basah kuyup, tangannya menggenggam erat payung warna violet dengan logo salah satu operator seluler. Giginya bunyi gemeretak. Anak lelaki itu mungkin umurnya tujuh tahun. Hey, dia mendekatiku.. 

“kakak, mau menyebrang? ”

“tidak aku mau duduk disini saja”

“kenapa tidak menyebrang saja?”

“kenapa aku harus menyebrang ?”

“hari ini hujan sepi”

“karena hanya gerimis”

Aku mengambil payung dari anak itu, melipat payungnya, wajah ku terkena cipratan air hujan yang menempel dari payung violetnya.

“sini duduk saja”

“ah tidak, baju ku basah”

Aku membuka jaket abu-abu ku dan memakaikannya pada anak itu

“dingin ya?” Tanya ku

“iya, tadi. Sekarang hangat”

“sudah duduk disini saja.. “

Aku berdiri, pergi meninggalkan anak itu sendirian, kurasa lembar biru di kantong jaket ku cukup untuk mengganti sepinya hujan tanpa penumpang ojek payung.

“kakak mau kemana..?”

“beli jaket baru…”

Aku meninggalkan anak itu di halte bis ini sendirian, anak itu tersenyum manis sekali, dengan jaket ku. Dan bibir ku pun tak tahan untuk tersenyum  semanis dia. Setidaknya kini ia telah hangat bersama gerimisnya. Dan aku juga.

Di ujung persimpangan sana, ternyata ada yang sedang menunggu ku sedari tadi.