Thursday, March 26, 2015

Terakhir: Saya memaafkan mu.


Semalaman ini saya marah, saya kecewa, saya benci kamu.

Tapi saya tahu, hati ini bukan punya saya, sungguh ada kekuatan lebih besar dari sekedar hati kecil saya, saya yakin itu.
Mungkin dia harus tahu, jika air mata itu 1% terbuat dari air dan 99% dari perasaan, dan sekarang saya hanya punya 1% untuk bertahan lagi sendirian.

Seharusnya, saya sudah tahu dari awal jika malam ini akan terjadi, cepat atau lambat, seperti rollercoaster. Dia bawa saya naik ke atas dan tetibaan menjatuhkan saya begitu saja, tanpa melihat saya sudah siap atau belum, tanpa tahu apa saya sudah mengenakan sabuk pengaman atau belum.

Dia tak mau tahu. Dia tidak mau tahu perihnya perut saya menahan emosi yang begitu dahsyat karena wahana yang belum selesai kemarin, dia tidak ingin tahu bagaimana tidak nyamannya saya dengan pipi basah tapi saya harus selalu tersenyum, dia pun tidak pernah tahu tidur saya yang tidak pernah lelap karena menahan semua kata-kata indahnya yang ternyata bualan.

Yang ia tahu adalah betapa menyenangkan taman bermain ini, teriakan gembiranya yang telah menang mengundang saya menyelinap masuk, yang ia tahu adalah bagaimana dia mengatasi jenuh hidupnya dan bosan pada setiap malam yang ia lalui. 

Saya tahu, dia adalah orang yang baik dan yang saya tidak tahu adalah kebaikan itu bukan untuk saya.

Kemarin, dia tanpa sadar membuat saya berani untuk memilih terus melanjutkan arena di taman bermainnya. Saya pun selalu mengikuti kemana kakinya melangkah, meski saya takut, meskipun saya menolak, bahkan saya kesakitan pun dia tidak mau tahu.

Sampai benar-benar kemarin, dia begitu memanjakan saya ditaman bermainnya, seolah tak ada orang lain lagi didalam situ, saya merasakan pandangannya yang teduh, pelukannya yang hangat meski saya dan dia ada ditempat yang berbeda tapi saya menikmati taman bermainnya.
Hampir semua sudah saya pertaruhkan; prinsip, hati, harapan, mimpi, rasa, dan kenyamanan yang perlahan hilang.  Tapi seperti yang saya katakan diawal, taman bermainnya adalah tempat ilusi. Saya tidak pernah benar-benar ada disana, dengan mudahnya dia membuat saya mau masuk kedalamnya dan melepaskan saya begitu saja ketika saya sedang menaiki rollercoster.... hancur.

Tapi yang saya katakan juga padanya; saya sudah tahu dari awal dan ini konsekuensi saya.

Taman bermain ini pun entah terbuat dari apa selain dusta, kebohongan, dan tantangan untuknya, apa dia tahu bagaimana saya meletakkan tiap doa ditiap langkah yang saya lalui dan menitipkan lelah saya ditiap arenanya.

Tapi dia tidak perlu tahu, saya sudah terlempar jauh dari roller coaster, saya jatuh entah kemana.

Terima kasih banyak, semoga kau tidak lagi menyakiti yang lain dan tidak mengundang orang lain untuk masuk kedalam sana.

Dimana jatuhnya saya, biar waktu yang menghakimi segala kesalahan saya.
Apa yang bisa kau dengar dari rintihan saya...? apa yang bisa kau rasakan dari dinginnya pelukan saya...? jantung mu.

Dan saya malam ini kecewa, seharusnya kamu tidak perlu membuat saya terkejut dengan melempar saya dengan begitu kasar, lebih baik saya pergi sendiri, seperti permohonan saya kemarin; biarkan saya pergi dari taman bermain ini, dengan santun. Tapi kau menolak, satu wahana lagi dan saya pun kehilangan jantung saya.

I don’t wanna play this game anymore.

Karena, hati ini milik Tuhan maka yang ada didalam dirimu mungkin hanyalah TAMAN BERMAIN.

Tertawalah, disana hati saya telah hancur.  
Berbahagialah, disana doa saya tertinggal.



26 Maret 2015 -  jauh diluar taman bermain.


Sunday, March 22, 2015

Kamu adalah lelaki yang baik.




Sebuah Sunrise.

Di sebuah kota, kala kita larut.  Berjalan setapak, bersama, tanpa terasa seluruh cerita memaksa untuk jadi kenangan.

Di antara pasir, ombak yang berganti, sorot lampu jauh motor dan mobil, udara menyengat, bau kopi, asap rokok, hutan pinus, padang rumput, danau yang tenang, kerlip binar liar kota, rintik hujan, tatapan mu... cinta buta.

Mata ku jatuh didalam pandang mu. Menatap mu dari kejauhan.

Tuhan mungkin ingin bilang padaku : Ini yang disebut bahagia. Tapi menjauhlah, karena ini bukan bahagiamu.
Maka, demi seluruh Malaikat, aku ingin melepaskan hati, hati yang begitu kuat menggenggam erat, bahagia yang begitu hangat.

Sunrise itu. masih terbit, kita sama-sama gelap, lalu menjadi makin hangat dan terik menghantarkan mata kita tersadar.

Kau, adalah yang terbaik. Seperti dalam mencintai, mengikhlaskan adalah yang paling baik, ketika kau tahu; yang kau genggam adalah bukan hak mu, maka menjauhlah.



Yogyakarta, 22 Maret 2015

Selamat tidur, kau...