Thursday, June 18, 2015

Ku sempatkan waktu..


Di taman. lampu bulat depan kita mati, padahal yang lain masih menyala. 
sebatang rokok, asap mengepul di ujung bibir mu. 
kau bilang. "aku tak punya waktu" 
menghisap lagi rokok dalam-dalam. 
"kau bohong.." 
"benar.... aku sudah tidak punya waktu lagi.." 
"sebentar pun..?"
"kalau pun ada, aku tidak ingin memberikan waktu ku untuk mu.." 
aku diam. 
jantung ku seperti ditusuk belati. tapi mengapa aku tidak mati saja. 
"kenapa..?"
"sudah cukup kemarin aku hampir gila.."
"lalu sekarang, kau sudah sembuh..?" 
"iya.."
"kau hebat.."
kau diam. 
"bagaimana caranya..?" ku bilang 
"aku tak ingin jadi gila, aku tak ingin rusak.." 
"aku ingin seperti mu..." 
"kau pasti bisa..." 
lalu kau pergi. 
pergi. 
aku masih duduk sendirian di taman ini. lampunya masih mati, tak ada lagi asap rokok. 
aku seolah masih merasakan kau duduk disini, seolah jemari mu masih mengenggam jemari ku, kala lalu. 
ah aku bernostalgia. 
ini sudah usang, memang benar kau sudah tidak punya waktu, dan kita pun tak lagi punya waktu. 
kita tidak pernah membawa waktu lebih untuk kita simpan, semua yang berjalan begitu saja berlalu. 
seharusnya mungkin, aku mendoakan mu saja agar terus gila, dan kita berdua bahagia dalam gila, tapi bukankah aku artinya telah egois pada diri ku sendiri, padamu..? 
ah aku bernostalgia. 
asap masih mengebul, bukan dari ujung bibir mu, tapi dari ujung bibir ku. orang-orang berlalu lalang, memandangi ku, spertinya sedari tadi aku sudah menjadi pusat perhatian, apa benar kau pernah ada duduk disini..? 
setidaknya aku berandai jikalau kau jujur, kau telah berhasil sembuh dari kegilaan, tinggal aku sendirian, kau berhasil lenyap dan melarikan diri, setidaknya kau berhasil pergi, begitu saja. maka aku harus belajar, dua pilihannya.. belajar membiarkan mu pergi atau menyadari bahwa kau memang tidak pernah duduk disini. 
seumpama akhirnya aku berkaca, bahwa sedari tadi aku duduk sendirian. maka harusnya aku lekas sembuh sebagaimana kau. 
semoga esok, dunia tak mengenal kegilaan ini. 





"Tapi semoga besok, semua hilang." - Pesan Singkat
Adityawarman, 17 Juni 2015

Sunday, June 7, 2015

Hari ke-tujuh

 




Karena Tuhan akan memaafkan ku, dengan jalan yang lain.


Selamat.