Sunday, October 15, 2017

Oktober : 27 - Selamat Ulang Tahun, Opal

Pernahkah kamu memikirkan apa yang akan terjadi didalam hidupmu sepuluh tahun kedepan?
atau apakah kamu pernah memikirkan apa yang kamu inginkan dari dirimu sepuluh tahun kebelakang? 

Betapa hal-hal kecil mampu membuat diri kita bahagia. 
Tadi saya bangun siang, sehabis bangun saya membuat segelas kopi dengan coffee maker yang baru saya beli, entah kenapa kopinya terasa begitu enak, pahit, dan saya sangat suka. lalu saya membakar incense stick - aroma opium. Membuka jendela, siang ini mendung, tapi belum hujan, udaranya sangat menyenangkan - mereka menari-nari di paru-paru saya. penuh. 
saya menyalakan laptop dan mulai membuka blog - membaca tulisan saya yang lalu. diantara rangkaian aktifitas yang saya lakukan itu, jantung saya berdegup kencang. saya sedang bahagia. 
karena hal - hal kecil itu. 

Saya bertanya kepada diri saya sendiri, mengapa begini saja saya bahagia, lalu saya teringat bahwa hari ini, adalah apa yang saya bayangkan tentang saya sepuluh tahun lalu, saat saya 17 tahun, saat itu baru lulus SMA, dimana saya akan meninggalkan fase anak-anak saya, dan meninggalkan remaja dan menjadi dewasa -begitu harapannya- 
Di lorong sekolah, waktu itu, saya ingat apa yang guru saya bilang tentang saya ... 
"kamu mau jadi apa? coba bayangin sepuluh tahun lagi kamu jadi apa..?" 
saya berfikir agak lama... jadi apa? memang saya harus jadi apa?

"saya mau bisa bangun siang, kamar tidur saya nyaman, terus saya bikin kopi, habis itu saya ngopi aja santai" 
saya asal sebut. 
lalu guru saya bilang "enak banget hidup kamu... ga kerja?" 
"ya kerja, tapi saya kerjanya bahagia, bisa dari mana aja, yang penting saya happy" 
"mau kerja apa"
"penulis mungkin, atau apapun, saya mau melakukan apa yang ingin saya lakukan, jalan-jalan ga bayar tapi dibayar, atau apapun" 
"susah kalo mau mu enak begitu" 
"saya mau bikin film, nama saya ada di credit title... " 
"apalagi itu, susah" 

lalu saya kecewa pada guru saya, dan bertanya-tanya pada diri saya sendiri apakah sesusah itu menjalani hidup seperti yang saya inginkan? 

Tapi waktu berlalu, banyak hal yang terjadi dihidup saya, tidak mudah, dengan segala trauma dan sesuatu yang menyakitkan - banyak hal. tapi ternyata hari ini, dititik ini saya berhasil mendapatkan hidup saya seperti yang saya inginkan. seperti yang guru saya bilang dulu ...

"enak banget hidup kamu" 

Sempat suatu ketika, karena umur saya yang sudah tidak lagi ABG, banyak yang mempertanyakan soal menikah, mengapa saya belum jadi orang kaya, belum punya mobil, belum bisa begini begitu, belum punya ini itu, saya masih banyak kurangnya, dan segala hal yang tidak saya punya, habis-habisan saya ingin teriak, bagaimana bisa orang-orang berfikir tentang yang terbaik buat orang lain. 
saya tidak bisa hidup dari standart orang lain, target orang lain atas diri saya, saya tidak bisa. 
"being normal, val" begitu orang - orang bilang
dan saya bertanya "how to be normal?"  

Saya begini apa adanya saya. 

Apa ada yang tahu bagaimana maniaknya saya bekerja dari pagi sampai pagi lagi, bagaimana saya menangis, menahan marah, dikucilkan, dihina, disakiti, tidak dianggap atau tidak hargai dengan apa yang saya lakukan, saya menolak untuk marah pada orang-orang dan pada diri saya, saya hanya ingin total melakukan apapun atas apa yang saya kerjakan. karena saya percaya kebaikan akan dibalas dengan karma baik. 

Saya bukan penjilat yang gampang mendapatkan apa yang saya inginkan, semua modalnya air mata, keringat dan doa.  jadi saya tidak bisa hidup atas target orang lain, saya cuma apa adanya begini saja. 
menjalani dan mensyukuri atas apa yang telah terjadi dihidup saya. 
saya tidak bisa hidup dengan air mata orang lain, saya tidak hidup dari karakter orang lain. 

Saya begini apa adanya saya. 

Saya tumbuh, manusia tumbuh, ada yang tumbuh terus seumur hidupnya ada yang deserved to be happy, deserved to be hurt, deserved to be loved. dan saya juga pun. Ini adalah self noted untuk saya sendiri di umur 27 tahun, umur yang sulit. Tiga tahun lagi saya akan masuk ke umur 30, life begin at 30, right? tapi tidak, saya telah hidup dari 27 tahun yang lalu. Entah apa yang terjadi dengan hidup saya di Tiga tahun lagi, Sepuluh tahun lagi, atau Dua puluh tahun lagi, saya tidak tahu, tapi saya punya banyak hal yang ingin saya lakukan dan akan saya lakukan.

Hari ini, adalah apa yang saya bayangkan tentang saya sepuluh tahun yang lalu. 
dan saya merasa sangat terberkahi. 

Hari ini, saya punya Tuhan yang luar biasa baik 
Hari ini, saya punya sahabat-sahabat yang sayang saya, tulus - begitu pun saya. 
Hari ini, saya punya keluarga yang memberi saya banyak pelajaran dan kekuatan 
Hari ini, saya punya kamar paling nyaman didunia
Hari ini, saya punya otak, jantung dan tubuh yang sempurna 
Hari ini, saya punya setumpuk pekerjaan yang membuat saya semangat 
Hari ini, saya punya banyak cerita untuk saya ceritakan kelak 
Hari ini, saya punya cinta didalam hati 

Hari ini, adalah hari dimana hal besar akan datang lagi ke hidup saya kelak. 

Hari ini menjadi yang paling saya syukuri dan yang saya bayangkan tentang diri saya Sepuluh tahun yang lalu adalah...  Bagaimana saya telah menemukan diri saya, mengenali diri saya dan menjadi saya apa adanya. 

Itu mahal harganya, tidak akan mampu dibayar dengan standart orang lain atau berpura-pura menjadi orang lain. 
kalau ada yang bilang, "val, please be normal" , maka saya berani menjawab..
Please, jadilah apa adanya dirimu. 

Selamat Ulang Tahun, Opal.

Oktober :
untuk agustus 

BLASSED! - 29 agustus 2017 ; di Cibubur - sedang syuting. - malamnya, syuting sampai pagi dan tidur di teras kantor. 


Kata ; Salah Sangka

Seringnya manusia salah sangka, kamu, aku dan kita semua. banyak yang salah menerjemahkan, dan dikalahkan persepi. mengapa begitu? 
mungkin karena masing - masing dari kita memiliki ekspetasi sendiri, dari semua proses yang telah kita jalani dan itu pun berbeda-beda yang dirasa. 
jadi mungkin apakah baiknya kita tak lagi berekspetasi kepada apapun. sekelebat tentang hal itu muncul begitu saja. lalu aku ingin menulisinya, tidak berharap siapapun baca, hanya ingin menulisi saja, lalu dibaca ulang oleh saya sendiri, sambil kembali mencari artinya apakah benar yang saya tulis dan saya pikirkan? 

seperti halnya berekspetasi pada orang lain - teman, kekasih, keluarga, kadang kita ini terlalu keras berekspetasi pada diri kita sendiri, untuk apa yang kita miliki dan tidak, yang kita mampu atau tidak. tapi ada baiknya juga kita berusaha meyakinkan diri kita sendiri untuk mewujudkan ekspetasi diri kita dengan sebuah usaha, bergerak, jangan sampai tidak. 
karena semua yang dilakukan dengan kebaikan akan berbalas kebaikan. 

jadi ini adalah dua hal yang anomali, antara bagaimana kita tidak berekspetasi terhadap orang lain dan bagaimana kita mewujudkan apa yang kita inginkan. 

Maka, memang kita harus mengenali diri kita sendiri, sebelum jatuh pada logika dan tersungkur dalam perasaan. 


Saturday, October 14, 2017

September ; dan segala spekulasi

Ini adalah ungkapan sejujur-jujurnya tentang februari – maret
Terasa ga adil ya, tapi bukannya di dunia ini memang ga ada lagi yang adil?

Lagi – dan lagi, soal ketololan jatuh cinta.
Iya ketololan. Seharusnya ga begini caranya – tapi bukannya di dunia ini memang ga ada yang ideal?
Apalagi kalau mengandalkan standar ideal orang lain, atau be normal? Ask me please, how to be normal?
Ini cuma sebuah cerita kenapa akhirnya bisa ada ungkapan
“lagi diem terus ditimpuk batu!”

aku dan segala melankolis, sensitive, impulsive atau baperan –at least kamu sebutnya gitu.
Sambil bertanya – Tanya; salah saya apa?
Oh mungkin salah saya terlalu banyak, sampai begini akhirnya, begini apa? Tidak pernah ada apa – apa kan?

So, let me know, apa salah saya?
Kenapa saya di timpuk batu begini?

Hmmm….
Jadi begini, mulanya kamu harus tau –ya, kamu ga tau saya, ga pernah tau siapa saya-
Kesialan jatuh cinta itu ga ada di sana, I know you was drunk.
Ini bukan soal itu.
Setolol-tololnya saya merasa menemukan soulmate, kamu.
Eh tapi ga mungkin kita soulmate sementara kamu ga ngerasain hal yang sama kaya saya kan? 
Tuh kan salah lagi saya lho.

Emang ga bisa ya kamu membiarkan saya jatuh cinta sama kamu diam-diam, tanpa kamu harus repot-repot ngurusin apa yang saya rasain sama kamu, atau bersandiwara sok peduli sama apa yang saya rasain ke kamu. Ga perlu kan?
Toh, kamu jauh. Saya ga ganggu kamu. Kita ga akan ketemu lagi.
Tapi kamu meruntuhkan semua pertahanan saya sekarang, soal semangat, bagaimana saya melihat diri saya sendiri,

Masalah saya jatuh cinta sama kamu, itu urusan saya kan? Bukan urusan kamu.

Kamu salah kalo mikir selama saya disana saya jatuh cinta sama kamu, apa yang saya lakuin disana karena saya suka kamu? Kamu salah.
Disana, bagaimana saya adalah apa yang saya lakuin karena saya mau, karena saya seperti itu, bukan karena kamu.

Kalau disana kamu ngerasa saya “ngedeketin” kamu, dan selalu kamu, mengandalkan kamu atau apapun yang kamu anggep, kamu salah; saya ngelakuin itu sama semua orang, sama yang lain juga.
Tapi disini, saya tahu, saya rindu kamu, kenapa? Ga tau.
Saya rindu, ngelakuin apa yang saya mau tanpa pura-pura dan itu ada kamu – waktu itu- kebetulannya adalah saya nyaman.

Dan segala alasan tanpa alasan bagaimana saya akhirnya bisa kehilangan sesuatu selepas saya pulang, lalu saya kebingungan, apa yang sudah saya tinggalkan disana, hati saya, entah sama siapa, sampai saya menemukan jawabannya, kamu.
Saya berencana kok, untuk mengubur semuanya sendiri dan mencari jawabannya sama semesta, jadi, kalau memang benar kita dipertemukan oleh semesta, semesta juga akan kasih saya jawaban kan, dan mungkin ini jawaban dari semesta.

Saya ga marah, belum marah, saya cuma kecewa sejadi –jadinya.
Sama semuanya; diri saya, kamu, dan orang-orang disekeliling saya.

Katanya; saya ga berubah, saya beperan dan lain-lain dan labeling itu menyakitkan buat saya.
Tapi sekarang semua ga ada artinya kan?
Kamu juga sudah buang saya semampu kamu, sebisa kamu.

Dengan segala alasan, saya tahu kok kamu ga punya perasaan yang sama kaya saya, saya paham, dan ga mencoba membuat kamu jadi punya perasaan yang sama, tapi boleh kan saya keep perasaan saya ini tanpa bikin kamu terganggu atau kamu repot-repot membunuh perasaan saya ini.

Kalo kamu tahu, mengakui sama diri saya sendiri aja kalo saya jatuh cinta sama kamu itu sulit banget.
Karena saya ga punya alasan apa yang harus membuat saya jatuh atau mempertahankan perasaan saya.
Saya ga minta kamu perjuangin perasaan saya, saya ga minta. Saya cuma minta harusnya kamu ga usah ikut campur perasaan saya. Itu bukan urusan kamu kan.
Kamu dan saya juga akan menjalani hidup masing-masingkan..
Tanpa saling ganggu satu sama lain.

Tapi sekarang, semua ga mudah?
Kamu keliatan sangat bastard didepan saya sekarang, kamu bullshit.

Kamu pandai acting, tapi kamu harusnya ga beracting sama diri mu sendiri.

Analoginya gini; 
dari awal saya tahu kamu sudah mati, saya lagi coba untuk ikhlasin kamu meninggal (perasaan saya sendiri), tapi tiba-tiba makam kamu dibuka lagi, mayat kamu di taro didepan muka saya, terus ‘mereka’ bilang sama saya : “Tuh liat, dia sudah mati, udah lo jangan harapin dia lagi.” Sementara saya udah tau kamu udah mati, dan mayat kamu juga ga ngomong apa-apa sama saya.

Saya sekarang ga bisa marah
Saya sekarang ga bisa tahu apa yang baik buat saya
Saya sekarang ga tahu harus menyingkapinya gimana
Saya cengeng, selalu nangis kalo inget kamu
Saya malu

Harusnya saya ga punya alasan lagi untuk terus mengasihani diri saya sendiri karena kamu.
Semoga kamu bahagia di sana dan bisa menjadi bahagia untuk orang lain…

Never ending

Apa kau juga pernah curi-curi baca tulisan ku yang lalu, tentang kau?

Karena aku masih, diam-diam membaca tulisan mu, tentang ku. 

Bahasa

Kita berdua yang tak lagi punya bahasa
Karena kata – kata tak lagi bisa dimengerti
Apa karena kita terlalu sibuk berusaha menerjemahkan setiap yang ingin kita sampaikan?
Atau yang telah kita sembunyikan  ?

Dan mungkin cuma aku.
Kau tidak .
Kau dan segala ketidakberdayaan.

Yang telah kehilangan daya untuk menerjemahi
Dan kau yang menyimpulkan

Begini akhirnya jika cinta adalah kata tanpa arti,
Dan bahasa tanpa kamus
Tentang apa yang seharusnya kita sama-sama pahami
Bukan sama kita ingkari

Ah aku meracau .
Aku terlalu banyak mencari arti dari setiap sandi.
Lalu kau kehilangan kata.
Dan kita berdua akhirnya benar-benar kehilangan.



Adityawarman 41.
01 July 2017 

Yang tidak tahu; Cuma AKU

Di suatu sore ketika matahari mulai kelelahan, aku dan sekumpulan bekantan memandangi mu, yang sedang keranjingan mabuk bakung, tanpa peduli pada kunang-kunang serupa lalat, belum bercahaya, katanya belum jadi kuku orang mati. Dan di bawah kita arus sungai begitu kencang, padahal ku dengar dari penduduk setempat, air beriak tanda tak dalam, dan buaya – buaya muara siap – siap menerkam, didalam dasar, persis dibawah perahu kita.

Kita, aku dan kepala ku yang terdampar disebuah pulau, entah apa namanya – aku tiba-tiba amnesia, atau pura-pura, jika saja diantara kita pandai membaca pertanda, pasti kita tahu dan memahami. Tapi aku dan sebagian kepalaku lupa membaca dan pura-pura tidak tahu.

Lalu aku pergi ke dek kapal, memperhatikan mu dari jauh, di kapal sebelah,kapal yang karam, tak punya nahkoda.
Matahari sudah makin lelah, garis-garisnya paruh baya; ada jingga, memerah, menghitam, ini mungkin artinya adalah syahdu, jika saja aku tahu, bahwa esok hari, semua semakin gelap.

Lalu aku terbangun dari mimpi soal perahu dan sungai. Aku hanya terbaring sendirian di sebuah kamar warna ungu – abu yang penuh jamur putih di dinding. Keringat mulai keluar deras dari pori-pori ku, jika saja keringat mampu menggantikan air mata, mungkin mata ku sudah berbinar, bersih, sejuk tidak memerah kekurangan tidur. Perkara mimpi soal kapal dan sungai, aku seperti pernah berada disana, entah masa apa, entah di kehidupan lalu ku yang mana, terasa seperti tak asing.

Mimpi itu seperti puisi, yang berisi sampah-sampah kata, yang tertahan tanpa aku tahu apa, mungkin aku ini putri keturunan buaya, atau dulu aku ternyata ikan-ikan kecil penghuni sungai atau aku ini sebenarnya adalah pohon nira yang tumbuh liar.
AH, aku butuh air putih.
Lalu aku memandangi tattoo di tangan kiri ku, tattto sebuah sungai dan dek kapal, sambil bertanya – dan selalu bertanya. Kapan aku buat tattoo ini, tattto apa ini.
Disana, didalam tattoo ku, sungai itu berliku, dan sepanjangnya tumbuh pohon-pohon lebat – mungkin saja itu hutan, tattoo itu kosong, tanpa siapapun. Dek kapalnya tak ada satu pun orang. Arusnya tak kencang, seperti tidak arus, tapi kapalnya tetap jalan.
Kamar ku seketika sunyi, sebuah surat di meja kerja ku. Sebelumnya tak pernah ada disana.
Tulisan tangan.

Pesan untuk mu.
Maka kita tak akan pernah bertemu lagi, dan kamu akan membunuh segala yang pernah ku ingat tentang ku, hingga suatu ketika pun datang, tak ada lagi yang bisa kau ingat, selain hati yang berlubang.
Tak ada yang perlu kau ingat.

Tak perlu lagi bertanya,
Aku

Lalu, aku duduk menangis.
Selalu mencoba mengingat-ingat, mengumpulkan lagi apa saja yang telah mata ku lihat, kulit ku sentuh dan masuk kedalam hati, tapi rupanya tak ada lagi bahasa yang bisa menerjemahkan. Tidak pernah ada kenang yang cukup untuk dipertahankan dalam ingatan, aku membongkar isi kepala ku mencari tumpukan logika dan rasa yang sudah ku buang dahulu, Dan mengingat lagi, mengapa aku membuang semuanya untuk satu hal yang akhirnya pun aku terbuang.

Aku ingin memaki, tapi entah pada apa, pada siapa.

Aku tak lagi bisa tidur.
Bertanya-tanya.

Apakah ada seseorang di dunia ini yang mampu menjelaskan apa yang menjadi terbaik untuk orang yang lain?
Bagaimana bisa menentukan rasa sakit yang dialami seseorang sementara kita adalah makluk yang selalu sendirian?
Bukankah cuma diri kita sendiri yang bisa merasakan sakit yang kita alami, atau bahagia?

Mengapa bahkan diri kita tak mampu memilih untuk apa yang akan kita lakukan.
dan segala yang ditanyakan, tak akan dijawab, hingga pada suatu ketika, kita tak lagi butuh jawaban. 
Kosong. 
Mencintaimu itu kosong.