senja mulai pudar, sebentar lagi malam menjemputnya di antara kerlingan cahaya air mancur yang menari di Bundaran Hotel Indonesia.percikannya terasa patah untuk senja, tajam sekali. menutupi saja wajah kuyunya dengan telapak tangan, agar percikan air itu tidak lagi menjilat. sampai malam datang menjemput. senja berharap.
tapi toh malam tidak akan pernah bertemu senja, senja bukan sore. sore tidak mengenal malam, tapi senja mendamba malam, hitamnya , gagahnya, dinginnya, cerianya, bintangnya, sinar dari lampu sorot mobil - mobil yang sedari tadi bolak balik begitu saja. senja menginginkan malam, menunggunya di tengah halte transjakarta, di temani puluhan orang yang ingin cepat pulang. setiap hari senja menunggu malam.
menunggu malam di pinggir pantai, seperti pasir yang tersapu ombak bahkan bukan pasir yang menggulung ombak, malam datang senja pergi.
mengharap malam ketika para karyawan berhak tinggi pulang dari kantor, bau parfumenya sudah hilang, foundation dan bedaknya sudah meluntur dan sekali lagi... malam muncul senja tidak pernah kebagian peluk.
senja tak ingin lagi begitu lama menunggu....
meski menunggu tidak pernah lelah, tapi berkeringat air mata dan pipi basah yang membuatnya menjadi lengket dan ingin segera mandi, bebaskan tubuhnya dari bau malam, dari sentuhan malam, dan semuanya yang menurutnya hanya terjadi setiap lima menit sekali setelah itu senja bangun lagi, sadari memang malam tidak akan pernah jadi milik senja.
jejak - jejak malam pun menghilang sangat sedikit.
No comments:
Post a Comment