Semalaman ini
saya marah, saya kecewa, saya benci kamu.
Tapi saya
tahu, hati ini bukan punya saya, sungguh ada kekuatan lebih besar dari sekedar
hati kecil saya, saya yakin itu.
Mungkin dia harus tahu, jika air mata itu 1% terbuat dari air dan 99% dari perasaan, dan sekarang saya hanya punya 1% untuk bertahan lagi sendirian.
Mungkin dia harus tahu, jika air mata itu 1% terbuat dari air dan 99% dari perasaan, dan sekarang saya hanya punya 1% untuk bertahan lagi sendirian.
Seharusnya,
saya sudah tahu dari awal jika malam ini akan terjadi, cepat atau lambat,
seperti rollercoaster. Dia bawa saya
naik ke atas dan tetibaan menjatuhkan saya begitu saja, tanpa melihat saya
sudah siap atau belum, tanpa tahu apa saya sudah mengenakan sabuk pengaman atau
belum.
Dia tak mau
tahu. Dia tidak mau tahu perihnya perut saya menahan emosi yang begitu dahsyat
karena wahana yang belum selesai kemarin, dia tidak ingin tahu bagaimana tidak
nyamannya saya dengan pipi basah tapi saya harus selalu tersenyum, dia pun
tidak pernah tahu tidur saya yang tidak pernah lelap karena menahan semua
kata-kata indahnya yang ternyata bualan.
Yang ia tahu
adalah betapa menyenangkan taman bermain ini, teriakan gembiranya yang telah
menang mengundang saya menyelinap masuk, yang ia tahu adalah bagaimana dia
mengatasi jenuh hidupnya dan bosan pada setiap malam yang ia lalui.
Saya tahu,
dia adalah orang yang baik dan yang saya tidak tahu adalah kebaikan itu bukan
untuk saya.
Kemarin, dia
tanpa sadar membuat saya berani untuk memilih terus melanjutkan arena di taman
bermainnya. Saya pun selalu mengikuti kemana kakinya melangkah, meski saya
takut, meskipun saya menolak, bahkan saya kesakitan pun dia tidak mau tahu.
Sampai benar-benar
kemarin, dia begitu memanjakan saya ditaman bermainnya, seolah tak ada orang
lain lagi didalam situ, saya merasakan pandangannya yang teduh, pelukannya yang
hangat meski saya dan dia ada ditempat yang berbeda tapi saya menikmati taman
bermainnya.
Hampir semua
sudah saya pertaruhkan; prinsip, hati, harapan, mimpi, rasa, dan kenyamanan
yang perlahan hilang. Tapi seperti yang saya
katakan diawal, taman bermainnya adalah tempat ilusi. Saya tidak pernah
benar-benar ada disana, dengan mudahnya dia membuat saya mau masuk kedalamnya
dan melepaskan saya begitu saja ketika saya sedang menaiki rollercoster.... hancur.
Tapi yang
saya katakan juga padanya; saya sudah tahu dari awal dan ini konsekuensi saya.
Taman bermain
ini pun entah terbuat dari apa selain dusta, kebohongan, dan tantangan untuknya,
apa dia tahu bagaimana saya meletakkan tiap doa ditiap langkah yang saya lalui
dan menitipkan lelah saya ditiap arenanya.
Tapi dia
tidak perlu tahu, saya sudah terlempar jauh dari roller coaster, saya jatuh
entah kemana.
Terima kasih
banyak, semoga kau tidak lagi menyakiti yang lain dan tidak mengundang orang
lain untuk masuk kedalam sana.
Dimana jatuhnya
saya, biar waktu yang menghakimi segala kesalahan saya.
Apa yang
bisa kau dengar dari rintihan saya...? apa yang bisa kau rasakan dari dinginnya
pelukan saya...? jantung mu.
Dan saya
malam ini kecewa, seharusnya kamu tidak perlu membuat saya terkejut dengan
melempar saya dengan begitu kasar, lebih baik saya pergi sendiri, seperti
permohonan saya kemarin; biarkan saya pergi dari taman bermain ini, dengan
santun. Tapi kau menolak, satu wahana lagi dan saya pun kehilangan jantung
saya.
I don’t
wanna play this game anymore.
Karena, hati
ini milik Tuhan maka yang ada didalam dirimu mungkin hanyalah TAMAN BERMAIN.
Tertawalah,
disana hati saya telah hancur.
Berbahagialah,
disana doa saya tertinggal.
26 Maret
2015 - jauh diluar taman bermain.
No comments:
Post a Comment