I
Sebatas langit menggaris bumi
Sayap-sayap putih itu menerobos cakrawala
Dua kali dalam sekali fajar
Emas menjadi warna pelita serta prahara
Andaikan bunga meranum
Aku isyaratkan indahmu di bawah sinaran fajar
Di antara gemericik air
Di sela-sela kaki serangga
Serta di pangkuan ibu Bumi
Di pangkuannya aku terbaring
Memejam hati tersakiti untuk diobati
II
Memori pada sore itu
Membuatku lupa diri untuk sesaat
Merasakan nikmatnya hidup
Takutnya kematian
Ingin rasanya kuhentikan… waktu
Segalanya berubah saat aku sadar akan realita hidup ini
Segalanya menjadi pertanyaan, kisah pelipur lara
Hanya berada di dunia imajinasiku semata
Impian yang menjadi kenyataan
Akan sulit untuk dibedakan
III
Tuhan menciptakan dunia
Lengkap dengan senja dan segala keindahannya
Lalu
Tuhan menciptakan dia
Perempuan dengan senyum yang kuanggap sebagai surga
Genap melengkapi segala yang ganjil
Cukup menutupi segala yang kurang
Hingga aku tergoda untuk memakan buah yang akhirnya disebut
sebagai Amarah
Lalu Tuhan mengutukku
Serta mengambil dia
Satu-satunya pelita yang tersisa
Aku Berdoa
Tuhan, aku belum butuh segala keindahanmu
Aku hanya butuh dia,
itu saja.
IV
Dan aku terbang
Ke dalam pelukan kau yang mengetuk
Di pintu itu ada cinta yang ingin disambut
Aku menarik selimut
Mataku yang kalut
Jadi, dunia tak lagi sama ketika aku bermimpi
Kau yang selalu datang saat aku terpejam
Pura-pura inginkanku
Pura-pura jatuh cinta
Kala itu, dunia jadi tak indah
Saat kau sadar, berhenti mabuk
Tak lagi panggil – panggil namaku minta kupeluk
Di asap itu, kita dilarang bercinta
Lalu kita bercerita ;
Tentang sungai
Tentang pantai
Tentang langit yang kehilangan bintang
Bumi yang mabuk
Aku yang belum terkantuk
Dan rahasia suntuk
:
bahwa aku tak butuh dunia
karena denganmu ;
luka pun seolah menggoda
No comments:
Post a Comment