Thursday, June 9, 2011

semalam sebelum shut down



Gadis ini menuangkan sedikit demi sedikit bir itu kedalam gelas besarnya, yang sudah berembun karena di lumuri hawa dingin dari kepingan – kepingan esnya. Gadis ini terus memandangi setiap buihnya. Tubuhnya pun kedinginan berendam di dalam kepingan malam dan penyejuk udara yang masih setia menyala.

Aku tak tahu apa mau gadis ini, dia menikmati setiap teguknya sesekali menghembuskan kepulan asap rokok mentol dari bibitnya yang hitam, menerpa tubuhku yang dipaksa setia menemaninya menjaga malam.

Kini raut wajah gadis ini beriak, kulihat setitik air menetes di ujung matanya, hanya setetes aku bisa pastikan. Ruang ini semakin gelap. Lampu telah dimatikan hanya aku dan gadis ini yang masih memiliki nyawa. Meski aku telah tersengal.

Jangan menangis gadisku.. apa aku melukai hatimu.

Dan dia terus menggerayangi tubuhku dengan jari – jarinya. Dengan lekas, di kejar semu.

Lalu dia menangis di atas tubuhku.. membahasi jemari ku, aku tau dia sedang gundah.. aku tau dari setiap huruf yang dia tulis, setiap raut yang di hadapkan nya untuk ku, meski baru sebentar aku bersamanya tapi aku tahu semua yang di hadapinya tidak semudah yang ia katakan kepada ruangan ini, kepada ku.

Gadis ini menangis sampai pagi, di depanku, menggenggam erat jemari ku, tapi maaf aku tak mampu memeluk mu erat, seperti yang kamu harapkan. Karena tak pernah ada yang mampu memelukmu dengan semua ketidakpercayaan yang kamu tunjukkan kepada semesta ini.

Aku tidak dapat mengobati mu seperti yang kamu ingini...

Gadis ini membasuh wajahnya dengan air mata dan berkata “...semua pasti akan baik – baik saja”

Aku seketika senang mendengarnya, rupanya gadis ini masih memiliki harapan pada seseorang di dalam jendelaku, yang sedari tadi ia saksikan, ia tangisi.

Gadis ini bangkit, membunuhku dan berlalu dengan sebatang rokok di jarinya memeluk kepercayaan pada setiap sisi jendela meski tersakiti, ku lihatnya sebelum aku mati, Tak apa.



....Margonda, 09 Juni

No comments:

Post a Comment