Tuesday, September 17, 2013

Linimasa..


Dan runtuh saat tiba ego yang larut, jalan yang selama ini dijejaki sirna, semua yang digenggam 
akan dilepaskan, demi yang semua orang tau, cinta. Yang tak mampu dijelaskan….

Mencari jejak didalam labirin, banyak bersimpangan lalu akan tersasar, aku butuh selembar arah untuk tujuan ku, hingga aku akan berhenti. Meskipun aku tak tahu lagi sampai dimana akan berhenti, dengan peta yang kau buat dengan pena mu kah?

Entah ini namanya candu atau memang arah ku, ku nikmati saja, pahitnya sebagaimana kopi yang terus kita cicipi selama kita berbincang. Kopi ku yang pahit dan kau dengan cangkir besar kopi susu … dan kita akan berhenti hingga canggir kopi keberapa?

Ketika kita memutuskan untuk berhenti dan telah runtuh…

Jalan ini bukan lagi soal kepasrahan, tapi ada hal yang harus diselesaikan dengan lembut, sabar itu tak ada akhirnya bukan? Seperti ada saatnya melepas dan saatnya lagi mempertahankan…
Dan serpihan cerita itu bukan saja tentang baju kotor yang menumpuk lantas dicuci hingga bisa kembali dipakai, ada yang memang menumpuk dan tertahan, hingga akhirnya semua telah meluap keluar, rasa. Hingga pada serpihan terakhir semua terasa kosong dan lapang, sampai akan tiba saatnya serpihan – serpihan itu kembali lagi dengan cerita yang berbeda. Siklus.Untuk semua yang tertahan dan meluap tidak akan pernah berakhir.

Kita berharap agar sesuatu yang positif mengikuti kemana serpihan kita hingga akhirnya kebaikan yang kita harapkan juga mengikuti apa yang selama ini kita fikir sebagai langkah…
Lalu akan ada pertanyaan, bagaimana dengan rasa ?

Topeng dijadikan kambing hitam, padahal sesungguhnya ini bukan tentang beradegan pada logika dan menyembunyikan rasa tapi ini hanyalah apa yang terlihat dan tak terlihat.

Kata Terserah, bukan berarti menyerah hanya kadang keadaan terlalu naïf untuk dipaksa.

Dan ingatkah kamu pada bagian dimana kau meminta ku mencatat tentang risau mu pada kiri dan kau memintaku di kanan…?

Jika cinta itu dekat di hati, bersembunyi di detak jantung, dan sepasang kekasih bagai rusuk yang saling melindungi, bukankah lebih baik kita sama berada menjadi rusuk, daripada meributkan siapa yang harus dikepala atau menjadi ekor..?

Dan peluk adalah sebuah pesan tentang hangat. Yang dibaca tanpa di terjemahi…. Hingga aku menahan mu dalam diam. Seperti rindu. Dan aku menahan mu dalam diam-diam, melepasmu dalam diam-diam, karena pada dasarnya apa yang kita jalani adalah, diam.


Untuk semua Moment, hidup adalah serpihan momentum, buat apa berusaha melupakan jika pernah begitu diingat….





kolaborasi dalam garis masa bersama @veebeeh .... 



(cerita senja) Tepian mu...





Rindu adalah diam-diam ombak mencuri pasir
Berbutir tak mencari jejak yang tersapu..

Binar diam-diam menyampaikan lagu
Tentang asin berkilau, tak ku icip tapi tiba dibibir ku..

Kita pernah saja silau
Dalam masing-masing sajak kita
Lalu mengapa kita tidak duduk tenang,
Mainkan gitar mu, tulis apa saja yang berlari-lari
Di hamparan awan diam-diam merindu..

Ku kecup kenang mu dalam hasrat…
Mereka berlari, mereka menari…
Biarkan mereka bercinta!
Biarkan mereka saling cumbu
Tapi aku ingin duduk disini
Menggenggam mu yang menyamar senja…


Tentang tepi pantai, kala mati.






Jika aku benar mati, aku ingin membara.. menjadi serpih abu, didalam kendi tembikar, pada 
hakikatnya seperti kembali lagi ke tanah..

Tapi aku ingin melebur, didalam ombak yang menjemput pukul setengah enam sore, kala itu dipantai ini, aku akan benar menjadi senja, yang menunggu malam untuk dihabiskan dirinya, dan saling memeluk mesra, seperti ingin ku…

Aku ingin berenang-renang didasar laut, bersama pasir yang melekat disetiap jejak langkap mereka.
Aku ingin jadi kenang yang indah, dimana mereka akan datang menemuiku ketika air laut membelai ujung jemari kaki mereka, lalu mereka hening untuk ku, mendengarkan deburan ombak, menatap buih air laut, angin yang membelai mesra… hingga aku menari didalam kenang mereka, seperti indah, tak ingin ada sakit, mereka tak boleh menangis untuk ku, mereka hanya perlu tersenyum lihat laut lepas disana, dimana tempat aku telah dilepaskan dan melepaskan. Seperti kekasih mereka akan saling tertawa, bermain air dan aku menyertai dalam do’a..

Aku ingin cara mati yang damai, seperti tepi pantai, ada romantisme cinta, keluarga yang bahagia, ada yang menari-nari dalam sepi, kerinduan…

Seperti pantai adalah ilusi momentum..

Tentang damai dan kebahagiaan..

Semesta dan kedekatan rasa.. Dan aku ingin mati, diujung senja hingga abu ku mengalir bersama air asin sebagaimana hidup…




Lilian menulis tentang lagu Whiskey Lullaby...





Lilian mengiba pada badai yang datang, karena ketika menangis pun rintik akan samar terasa di pipinya. Terkadang seorang butuh gerimis, mengandai semua terasa lebih sejuk dibanding hujan deras, butiran airnya jatuh perlahan hingga akhirnya kita tidak sadar bahwa kita telah basah.

Diluar jendela deras semakin menjadi, Lilian mengampun tak lagi mengiba, sadewa-nya baru saja pergi sepuluh menit yang lalu, menerobos rintik yang seharusnya tak ia paksakan untuk pergi.
Jika memang setiap manusia butuh payung untuk menghindar hujan lalu siapa yang berani menerobos deras perciknya.
“ aku tidak akan pernah kembali lagi pada mu” tulis lilian di cermin kamarnya.

Kita akan bertemu di dalam surga yang kita sama tak tahu dimana letaknya...