Thursday, December 8, 2016

Desember - Dan Desember

….
kadang aku merasa kamu duduk memandangi ku, di belakang
kau duduk disitu memperhatikan ku menulis, kau sambil membaca buku tentang enam lima…
buku yang kau berikan untuk ku tapi belum ku baca..

lalu aku mencari kata-kata yang tepat agar kau tetap disitu, menahan mu, dibelakang ku.
lalu aku membuatkan mu kopi tanpa gula lagi…
lalu aku membaca mu..

dan entah bagaimana kamu menghantarkan rindu yang tak jujur selalu menyusup  diam diam.
mengubur kita yang sudah jadi pusara.
aku akan selalu jadi peziarah, bukan kau.
aku yang akan datang membawa bunga tabur untuk kata  kata yang terkubur
mimpi-mimpi yang kehilangan nyawa
dan akulah yang masih menciptakan rima dari kenang mu

segala cinta

aku yang masih merasa kau duduk dibelakang ku, sambil membaca
aku tak sanggup berpalig
aku tak ingin tahu
tak mau memastikan benar ada
atau kau hilang.
aku takut mengakui diriku  yang sudah kehilangan mu.
aku butuh waktu lebih lama 
butuh waktu lama

bisakah Tuhan yang baik mengembalikan waktu
mengembalikan kau

dipojokan jalan itu  diantata asap asap lampu merah  lalu kau melawan lampu  lampu menemuiku..
bisakah kau pulang lagi?
ke khayalku.

memperbaiki mimpiku
mengembalikan luka ku
yang ada di pelipis ku
yang tak berani melawan kepalaku sendiri
yang tak sanggup mengalahkan ego mu

lalu kau pergi
kau bilang aku pesakitan
kau yang bilang itu di dalam kepala ku
dimana kita akan menjadi satu tujuan ..
di terminal yang sama?
yang mana?

kau seenakmu saja merubah tujuan
bukan kau. aku.

dan aku mencari mu di setiap pemberhentian
menunggu mu di tepi persinggahan

jikalau kau ingin kembali pulang,
kembali ke tujuan kita dulu
sekedar menemui ku, berbincang.
temani aku menulis, melihat mu membaca, mengirup bau kopi

jikalau kau masih menyebut lirih namaku ;
yang datang setiap malam
kala kau pulang kerja diasap jalan
mendo’akan do’a mu..

dan mendo’akan kebodohan ku melepaskan mu.
kala hati yang nyeri, maka kepala ku berebut ambil bagian untuk makin menyakiti ku,
yang butuh kau, yang tak bisa ku bunuh meski pura-pura.
yang sedang rindu, selalu rindu.

8 Desember 2016
00.55


November : Pulang


“If you don’t think photos are important wait until they are you have left” — Missy Mwac
Foto kenang-kenangan waktu kecil, saya dipangku mba pipin, disamping saya Bapak memangku Dian (teman kecil pertama saya). sahabat kecil saya yang paling dekat, berdua terus. tidur siang bareng, makan bareng, main orang-orangan.
sekarang Bapak dan Dian pasti lebih bahagia di Sana;
Bapak dan Dian sudah ketemu lagi. mungkin juga ketemu Papa saya juga.
haruskah saya sadari;
jika Kehilangan itu dekat dengan saya; dengan kita.

Papa, teman kecil, nenek-kakek, sahabat di SMP, pacar pertama, mantan pacar, sahabat kuliah.mereka yang pergi, bukan sekedar lewat dihidup saya, mereka yang memberi arti.
mereka yang memberi tawa, dan mereka yang pergi.
dulu saya pernah marah pada Tuhan, kenapa mereka yang pulang lebih dulu adalah yang dekat dengan saya, yang saya sayang, yang sayang saya.
apakah ada orang lain yang punya kehilangan sesering saya..?
tapi mungkin makin tumbuh saya makin belajar bahwa marah saya adalah ketidakikhlasan, bahwa marah saya adalah ketidaktahuan saya, atau segala sesuatu yang telah Tuhan berikan untuk apa yang saya butuhkan.
mungkin Tuhan mengingatkan saya;
bahwa tak ada yang saya miliki didunia ini.
semua yang ada disini sementara.
orang yang datang dan pergi — pulang.
adalah orang-orang terbaik yang bisa saya simpan didalam hati.
saya masih bisa dengar suara Bapak, didalam telinga saya, saya masih bisa mencium bau rokok bapak didalam penciuman saya.
saya masih bisa merasakan hangatnya memanggil seseorang dengan panggilan “Bapak..”
saya masih ingat pipi dian yang merona, harum tubuh minyak kayu putihnya yang khas, suaranya ketika memanggil saya untuk main, saya masih ingat bagaimana terakhir kali saya bertemu dian sebelum dia pulang.
dan semua orang — orang kesayangan yang sudah pulang..
saya masih ingat semua.
didalam memori
dilubuk hati.
sungguh Tuhan baik, pada saya, pada mereka, menjaga cinta dan rindu didalam doa,
sambil terus menyadari;
bahwa kehilangan ada karena merasa memiliki (itu yang saya tulis dulu)
yang mungkin telah saya lupakan akhir-akhir ini.
dan mungkin Tuhan sedang mengingatkan saya untuk melengkapi …
“bahwa kehilangan ada karena merasa memiliki, maka jagalah Tuhan didalam hati mu, yang memiliki semua yang telah dipinjamkan padamu….”

karena dengan begitu, Tuhan mengingatkan bahwa suatu hati nanti, kita semua akan pulang,
saya akan pulang….
Rindu yang dalam.
Jum’at, 25 November 2016
23.13


November : Bintang Utara


Lihatlah kau bulan besar malam kemarin? 
Kau yang entah dimana
bulan yang menjaga jiwa
; kau

entah di tepian pantai
entah di pinggir jurang
entah di dalam selimut
entah di tengah hutan

dan cerita yang kau punggungi
kau menamai itu mimpi:

; disini sedang sering hujan besar
lalu awan  awan bergemuh, menghitam
mereka menuliskan keringat yang mengalir di dahi mu
mereka mendongengkan kaki mu yang lecet-leceh kena batu
diantara teman mu yang ilalang
kumbang-kumbang
kunang  kunang
kau, tak boleh hilang
: bulan butuh kau pulang 
: kota-kota jalan ini butuh kau kembali
; untuk cerita
menceritakan pada kami
apa artinya rindu
apa artinya sepi
apa artinya sendu
….
yang kau kemas tanpa pilu
semesta yang menyertai mu
yang mendekap mu
menghangatkan mu

Dan Tuhan yang menunjukan langkah mu
di Hujan;
tempat dimana do’a didengar
dimana gerimis menyamarkan rahasia

Aku ingin kau dalam sebaik-baiknya.


untuk kau.
semoga lekas berkabar
15 November 2016


November : Melika - Di seratus dua puluh menit sekian.

You took me out of your SKY.


Melika tadi;
di setelah hujan;
berteduh janji di coffee shop.

yang biasanya.
tanpa ia. cuma bertiga.

sebelum buka pintu;
melika rindu ia.
“ah, aku rindu” katanya.

lalu pun; kopinya datang.
hot cappuccino.
yang biasanya.

dan lalu tak lama.
lepas taut janji jam berapa dimana
ia datang; begitu saja.
ini jantung Melika asing mau dibawa kemana;
ini dada melika; sesak terpana-pana.
mau bilang apa?
tak kuasa
tak punya

Ah!
inikah ia dengar melika yang rindu.

Di selasa.
tanpa sengaja
ia manja-manja
;
namanya senang teman
sudah biasa.

lalu kembali pulang,
searah tapi tak sejalan

ia berlalu, kaos kaki hitam strip tiga.
di punggung itu.
bunyi krontang-krontang vespa.
lambaian tangan..
di simpang jalan layang
“sampai jumpa lagi, entah dimana”

di waktu — waktu tak rencana
yang tenang
yang perih
lalu tertawa

Ah!
rindu beri jawaban.
jatuh cinta yang tidak riang.

Sudah malam,
Melika, kau boleh menangis

Casa Verde — Jalan pulang

; punggung itu.
23.50 Selasa, 08 November 2016


Melika : Menulisi Puisi

Melika dan secangkir kopi ;
Melindungi rahasia didalam single shot espresso

Di dasar cangkir;

sebelum disulam jadi cappuccino.
disitu rahasianya aman disimpan.

Melika diam-diam sudah berani memutuskan jatuh cinta.
Melika sudah siap; membagi bertahun-tahunnya menunggu waktu
Melika menulis puisi lagi;
Jatuh cinta yang bungkam.
dinamakan.
agar menjaga; yang sulit agar tak pergi.

ah!
Jatuh cinta memang tak mudah
sebagian pun tak indah

Melika ;
dan rindu- yang ia tulis pada hati mu; pelukanmu
sembunyi-sembunyi.
di kursi  kursi mendayu

Melika bersandar; ada sesak
tapi ia pikir; tak lama lagi jua biasa.
Untuk mu;


Casa Verde ;
7 November 2016 
21.22