Monday, November 28, 2011

Gading merona

selamat datang gelisah... 

aku masih mencari jemari yang hilang, sang penyusup mencuri jemari ku entah kemana, kini tak lagi lentik. tak ada pesona. 
biar saja. cincin yang kamu persembahkan tak ayal melesat seperti peluru mencari sebuah singgasana. jangan jemari ku, tak ada tempat lagi tersisa. 

Rona, datang sendirian. 
blushing di pipinya kemerahan, seperti BLUSH ON! 

jangan di hapus kamu bukan banci di pinggir lampu merah. banci pun tak salah, hidup memang tak adil. dan kamu harus terbiasa dengan itu! 

lilin di depan mereka masih remang, harusnya ini romantis, sepiring steak rasa sandal karet, wortel - wortel di rebus dengan sedikit garam, dua gelas wine murahan. tapi Rona tidak menjadikan malam ini sebagai malam yang diimpikan. bukan! bukan salah lilinnya atau garpu yang Rona genggam, bukan juga salah Gading, hanya saja elegi masih bisa dikalahkan intuisi. 

cinta memang ada. aghhh. tidak pernah ada kamusnya. 
cinta itu hampir ada.. MUNAFIK!
tidak... tidak pernah ada cinta! dan senyum mengembang ironis. TIDAK PERNAH ADA. 


"aku ini tidak mencintai mu, gading" 
rasanya aku ingin merokok. membasahi paru-paru mu dengan ketidakberdayaan. nyatanya aku yang tak berdaya. membiarkan kamu menjamah setiap tetes darah beku ku. 

gading tak retak. berlari-lari di dalam kantong mencari cincinnya. 

tampaknya jemari makin menari... syala... laa... laa 

aku ingin selimutan. menyelimuti diri dari rayuang gading yang tak pernah retak. selimutan untuk sebuah ikatan yang bahkan tidak akan mampu mengikat siapapun didalamnya. 

Asparagus di tuangkan, ke kepala empunya cincin, sudah ku bilang, Rona tidak pernah cinta. 
hangat dan membakar, rona berlalu dengan cincin didalam kantong Gading, kini Gading sudah retak. bukan karena luka tapi karena harga diri yang diperkosa. 


-----------iseng 




Monday, November 14, 2011

diam

hujan ku didalam hening 


kita tidak perlu bicara; karena kelu terasa sia 
embun jua jadi dilema 


didalam ia bergeming 


masing-masing kita di dunia kita; 
jangan ingin kau tahu dunia ku pun 
sebaliknya. 


aku tak lagi mengenal. 


cinta mu. binar mu akankah hilang


didalam hening turun hujan; 
antara aku dan kamu, benarkah kita masih mencinta ? 
aku masih. kamu entah. 






..... sore, hujan. Demangan, 11 11 11 

bukan redup, hanya lelah.

harusnya malam ini kamu tidak perlu untuk tidak tidur. hujan tidak datang. sebentar lagi akhirnya pagi,
lalu kenapa masih merasa gelap?

karena aku telah hilang sinar mu...

semua ini simple. seperti lagu, dimainkan dan ketika harus berakhir kamu bisa memilih untuk memainkan kembali atau lekas ke lagu berikutnya. karena itu kamu yang memilih.

kamu tidak perlu berpura-pura sembunyikan keringat lelah yang sebesar biji jagung itu. seka dengan sapu tangan warna warni. satu, dua, tiga. semua akan baik-baik saja.

kamu tidak perlu berlari-lari mencari tali sepatu yang mengikat mu, adakalanya sebuah sendal yang manis terasa pas di kaki mu...

kamu tidak perlu ingin pulang. karena hati mu adalah rumah mu sendiri. selalu.

selagi masih bisa menari didalam jemari, kamu akan terus bersenandung meski lelah tapi itu pilihanmu maka mencintai jadi genggaman yang paling hangat. 

NIA DINATA; FILM DAN FEMINISME.


UNTUK MATA KULIAH : ILMU KOMUNIKASI
ANALISIS SENI:

NIA DINATA; FILM DAN FEMINISME.



Industri film adalah industri yang tidak ada habisnya. Sebagai media massa, film digunakan sebagai media yang merefleksikan realitas, atau bahkan membentuk realitas. Cerita yang ditayangkan lewat film dapat berbentuk fiksi atau non fiksi. Lewat film, informasi dapat dikonsumsi dengan lebih mendalam karena film adalah media audio visual. Media ini banyak digemari banyak orang karena dapat dijadikan sebagai hiburan dan penyalur hobi.
Karakter film yang didukung oleh audio-visual menjadikan film lebih kuat dalam menyampaikan pesan kepada khalayak yang multikultur dan lintas kelas sosial. Perasaan dan pengalaman yang hadir saat menonton film pun menjadikan film sebagai media yang spesial karena dapat membuat khalayak terbawa ke dalam film bersama dimensi parasosial yang dihadirkan.  Selain itu film adalah sebagai control media film bisa jadi sangat multitafsir. Diperlukan analisa tersendiri untuk memahami unsur-unsur semiotik yang ditampilkan dalam film. Kemampuan film menembus batas-batas kultural di sisi lain justru membuat film-film yang membawa unsur tradisional susah untuk ditafsirkan bahkan salah tafsir oleh penonton yang berasal dari kelompok budaya lain. Bagi para pembuat film, film merupakan media yang sangat representatif atas ide-ide kreatif mereka.  Sedangkan kekurangan lain dari film adalah film-film yang dibuat dalam universalitas akan turut membentuk apa yang disebut common cuture yang dapat mengikis lokalitas masyarakat tertentu. Film juga sangat memberikan efek pada orang yang menontonnya Dari segi industri, industrialisasi dan komersialisasi film telah menjadikannya sebagai media yang dikomodifikasi. Sahingga saat ini banyak film-film yang hanya mengejar pangsa pasar dan profit semata, kualitas pun tidak dipedulikan. Ideologi yang diusung film pun tidak jelas, semuanya hanya mengejar keuntungan semata.  Dan penonton film menggunakan film menggunakan lebih dari satu indera karena karakter film yang audio-visual. Para penonton jadi lebih terbawa dalam dimensi parasosial yang dihadirkan lewat film.
Pola penggunaan yang seperti ini menjadikan penonton dapat menyamarkan – bahkan menghapus – batas-batas kultural dan sosial. keakraban film terhadap khalayak menjadikan ide-ide dan pesan para pembuat film lebih gampang diterima khalayak. sehingga banyak pembuat film yang menggunakan film sebagai media untuk ekspresi pribadi dan salah satu media untuk mengkomunikasikan idealisme dan pemikiran mereka sehingga dapat diterima oleh masyarakat. Saat ini Feminisme di indonesia sedang genjar diperjuangkan. Salah satunya oleh sineas wanita, Nia Dinata yang mengkomunikasikan idealisme-nya melalui film.
TEORI KOMUNIKASI
Ilmu komunikasi adalah ilmu yang mengkaji dan memfokuskan kepada peristiwa-peristiwa komunikasi antar manusia.  Mengenai hal itu Berger & Chafee (1987) menyatakan bahwa Ilmu komunikasi adalah suatu pengamatan terhadap produksi, proses dan pengaruh dari sistem-sistem tanda dan lambang melalui pengembangan teori-teori yang dapat diuji dan digeneralisasikan dengan tujuan menjelaskan fenomena yang berkaitan dengan produksi, proses dan pengaruh dari sistem-sistem tanda dan lambang.

Teori komunikasi adalah konseptualisasi atau penjelasan logis tentang fenomena peristiwa komunikasi dalam kehidupan manusia. Menurut Abraham Kaplan (1964) sifat dan tujuan teori bukan semata-mata untuk menemukan fakta yang tersembunyi, tetapi juga suatu cara untuk melilhat fakta, mengorganisasikan serta merepresentasikan fakta tersebut. Karenanya teori yang baik adalah teori yang konseptualisasi dan penjelasannya didukung oleh fakta serta dapat diterapkan dalam kehidupan nyata.
TEORI SENI
Menurut Undang-undang Perfilman, film didefinisikan sebagai karya cipta seni dan budaya yang merupakan media komunikasi massa pandang dengar yang dibuat berdasarkan asas sinematografi dengan direkam pada pita seluloid, pita video, piringan video, dan/atau bahan hasil penemuan teknologi lainnya dalam segala bentuk, jenis dan ukuran melalui proses kimiawi, proses elektronik, atau proses lainnya, dengan atau tanpa suara, yang dapat dipertunjukkan dan/atau ditayangkan dengan system proyeksi mekanik, dan/atau lainnya.

Teknologi fim memiliki karakter yang spesial karena bersifat audio dan visual. Karakter ini menjadikan film sebagai cool media yang artinya film merupakan media yang dalam penggunaannya menggunakan lebih dari satu indera. Film pun menjadi media yang sangat unik karena dengan karakter yang audio-visual film mampu memberikan pengalaman dan perasaan yang spesial kepada para penonton/khalayak. Para penonton dapat merasakan ilusi dimensi parasosial yang lebih ketika menyaksikan gambar-gambar bergerak, berwarna, dan bersuara. Dengan karakter audio-visual ini juga film dapat menjadi media yang mampu menmbus batas-batas kultural dan sosial.
Fungsi Film
Seperti halnya televisi siaran, tujuan khalayak menonton film terutama adalah ingin memperoleh hiburan. Akan tetapi dalam film dapat terkandung fungsi informatif maupun edukatif, bahkan persuasif.
Karakteristik Film
1.      Layar yang luas/lebar
2.      Pengambilan Gambar pemandangan menyeluruh
3.      Konsentrasi penuh
4.      Identifikasi Psikologis

Jenis-jenis Film
1.    Film Cerita : Jenis film yang mengandung suatu cerita yang lazim dipertunjukan di gedung-gedung bioskop dengan bintang tenar film tenar dan didistribusikan sebagai barang cadangan
2.      Film Berita : Peristiwa fakta, yang benar-benar terjadi
3.      Film Dokumenter : Karya ciptaan mengenai kenyataan.
4.      Film Kartun : Dikonsumsi untuk anak-anak.

SUTRADARA
Sutradara adalah orang yang bertugas mengarahkan sebuah film sesuai dengan manuskrip. Manuskrip skenario digunakan untuk mengontrol aspek-aspek seni dan drama. Pada masa yang sama, direktur mengawal petugas atau pekerja teknik dan pemeran untuk memenuhi wawasan pengarahannya. Seorang sutradara juga berperan dalam membimbing kru teknisi dan para pemeran film dalam merealisasikan kreativitas yang dimilikinya.
Sutradara bertanggung jawab atas aspek-aspek kreatif pembuatan film, baik interpretatif maupun teknis. Ia menduduki posisi tertinggi dari segi artistik dan memimpin pembuatan filmtentang "bagaimana yang harus tampak" oleh penonton. Selain mengatur laku di depan kamera dan mengarahkan akting serta dialog, sutradara juga mengontrol posisi beserta gerakkamera, suara, pencahayaan, dan hal-hal lain yang menyumbang kepada hasil akhir sebuah film.
Dalam melaksanakan tanggung jawabnya seorang sutradara bekerja bersama para kru film dan pemeran film. Diantaranya penata fotografipenata kostumpenata kamera dan lain sebagainya. Selain itu sutradara juga turut terlibat dalam proses pembuatan film mulai dari pra-produksiproduksi, hingga pasca-produksi.

BIOGRAFI SENIMAN


Nama                           : Nia Dinata
Nama Asli                   : Nurkurniati Aisyah Dewi
Lahir                            : Jakarta, 04 Maret 1970
Pekerjaan                     : Sutradara, Produser, Penulis Skenario         
Kontak                        : Kalyana Shira Film,                                                       
Jl. Kemang Timur. Jakarta Selatan. DKI Jakarta
Email                          : niadinata@yahoo.com


PENDIDIKAN

SD Muhammadiyah V, Jakarta (lulus 1982)
SMP Negeri 12 Jakarta (1985)
SMA Negeri 34 Jakarta, Jakarta (1988)
College, Elizabethtown, Pennsylvania, Amerika Serikat (1992)
Sekolah Film Program NYU Tisch School of Art, Amerika Serikat (1993)

 

FILMOGRAFI                                                                   

§  Batik Our Love Story (2011) (Sutradara)
§  Madame X (2010) (Penulis, Produser)
§  Arisan! 2 (2011) (sutradara, penulis)
§  Langit Biru (2011) (produser)
§  Meraih Mimpi (2009) (penulis)
§  Perempuan Punya Cerita (2007; segmen Cerita dari Cibinong)
§  Quickie Express (2007) (produser)
§  Long Road to Heaven (2007) (produser)
§  Berbagi Suami (2006) (sutradara, penulis)
§  Janji Joni (2005) (produser)
§  Ajang ajeng (2004) - serial TV (produser)
§  Arisan! (2003) (sutradara, produser eksekutif)
§  Joni Be Brave (2003) (produser)
§  Biola Tak Berdawai (2003) (ko-produser)
§  Ca Bau Kan (2002) (sutradara, produser)
PENGHARGAAN
2004                Citra Award - Best Film untuk ARISAN!
2004                Indonesian Movie Awards - Best Director untuk ARISAN!
2006                Hawaii International Film Festival - Best Feature untuk BERBAGI SUAMI

Nurkurniati Aisyah Dewi atau  lebih dikenal sebagai Nia Dinata adalah cucu dari Otto Iskandardinata (Pahlawan Nasional) dan anak dari Dicky Iskandardinata (mantan direktur BNI dan di tuntut 20 tahun penjara karena terbukti korupsi),  Ia lahir di Jakarta, 4 Maret 1970. Lulus SMA, Nia studi komunikasi massa di Universitas Pennsylvania, Amerika Serikat. Di tahun terakhir ia sempat mengambil mata kuliah kritik film. Setelah lulus dari universitas itu, Nia pindah ke New York. Di sana ia mengikuti kursus film dan membuat film pendek hitam-putih yang diputar di kota dunia itu. Sebelum bergabung dengan Kalyana Shira Film, Nia pernah magang di acara “Seputar Indonesia” di RCTI, kemudian membuat iklan dan program TV. 
Pada awal 2000, Nia kemudian mendirikan perusahaan film independen Kalyana Shira Film. Nia kemudian menjadi sutradara untuk film CA BAU KAN (2002) yang diangkat dari novel dengan judul sama karya novelis Remy Sylado.                                                                        
Film yang bersetting sejarah 1930-an, menceritakan kisah tokoh pejuang berkebangsaan Tionghoa dengan dibintangi oleh Ferry Salim dan Lola Amria. Berikutnya pada 2004, dia menyutradarai film ARISAN! dengan Surya Saputra, Cut Mini dan Tora Sudiro. Film ini mendapat banyak penghargaan, termasuk dari Festival Film Indonesia dan MTV Movie Awards.

Setelah sempat tak terdengar namanya, pada tahun 2011 Nia Dinata muncul lagi ke permukaan lewat judul ARISAN! 2. Dan kini Nia sedang disibukkan dengan film terbarunya yang berjudul BATIK OUR LOVE STORY. Ini merupakan sebuah film dokumenter yang menceritakan sejarah panjang kain batik.


KARYA DAN IDEALISME
Feminisme memang banyak menimbulkan pro dan kontra di negara-negara dunia ketiga pada umumnya. Aliran yang berakar dari liberalism ini semata di cap sebagai aliran westernisasi, sehingga beberapa negara yang anti barat cenderung melawan aliran ini. Padahal intisel dari lahirnya ideology ini adalah perjuangan Hak Asasi Manusia baik itu kebebasan dan kemerdekaan pribadi. Seiring gigihnya perjuangan sejak abad ke-18, gerakan feminism mulai berhasil menyentil setiap aspek kehidupan saat ini.
Feminisme memiliki berbagai definisi yang jamak, setiap para feminist memiliki mindset makna yang berbeda-beda tetapi tujuan sama yaitu perjuangan terhadap kesetaraan gender. Feminism itu sendiri terus menerus berkembang dan mengalami berbagai fase. Ilmu yang menarik dari ideology ini adalah perempuan sebagai titik tolak pengamatan suatu masalah tersebut.
Feminisme Radikal
Aliran ini bertumpu pada pandangan bahwa penindasan terhadap perempuan terjadi akibat kekuasaan pria dalam sistem patriarki. Tubuh perempuan merupakan objek utama penindasan yang patriarkis. Maka dari itu, feminisme radikal lebih memperjuangkan permasalah tubuh serta hak-hak reproduksi, seksualitas (termasuk lesbianisme), seks, relasi kuasa perempuan dan laki-laki, dan dikotomi privat-publik. “Tubuhku adalah Milikku”, itulah isu yang diwacanakan oleh para feminis radikal.
Nia dinata pun mengkomunikasikan idealisme didalam film Perempuan Punya Cerita dalam film ini sangat jelas menceritakan berbagai permasalahan perempuan dan tubuhnya yaitu HIV, kesehatan reproduksi, aborsi, trafficking, dan seks bebas. Dan pembenaran mengenai aborsi dan lesbian.  Permasalahan dari aliran ini adalah keberadaan laki-laki, maka pelencengan dari perjuangan ini adalah kebencian pada laki-laki yang menyebabkan lesbian.
Didalam Berbagi Suami Nia Dinata bertutur tentang poligami dalam perspektif gender yang dialami beberapa perempuan. Film ini menelisik pengalaman batin perempuan, kerumitan persoalan yang lahir akibat poligami, entah dia setuju, penolakan atau menerima poligami dengan alasan apa pun.
Tak hanya di dalam Berbagi Suami, Nia Dinata pun mengkomunikasikan idealisme-nya dan Kalyana Shira sebagai rumah produksi miliknya dengan memproduksi film” Perempuan Punya Cerita” yang menunjukkan fenomena perempuan di belakang kamera adalah bagian dari perubahan perfilman Indonesia pascareformasi.

Perempuan Punya Cerita yang merupakan kumpulan 4 film pendek tentang perempuan dan menjadi film dengan sebuah pernyataan politik: perempuan sedang mendaki posisi mereka dalam ranah film di Indonesia.
Film ini dibagi dalam segmen-segmen: Cerita Pulau (sutradara Faitmah T. Rony dan skenario Vivin Idris), Cerita Yogyakarta (Upi dan Vivian Idris), Cerita Cibinong(Nia Dinata dan Melissa Karim) dan Cerita Jakarta (Lasja F. Sutanto dan Melissa Karim).
Cerita Cibinong memilihkan kenyataan bagi para perempuan. Kenyataan dalam Cerita Cibinong adalah rangkaian kemungkinan yang dipilih oleh kaum perempuan. Kenyataan memang masih menyudutkan, tetapi tokoh-tokoh dalam cerita ini adalah orang-orang yang lebih mampu memilih. Lagi pula, penonton terlebih dulu diajak mengerti para tokoh ini sebagai manusia yang berdarah, berdaging dan punya mimpi. Akhirnya, ketika mereka tersudut, kita mengerti bahwa itu adalah buah dari pilihan mereka sendiri, tak semata-mata dipilihkan oleh para kreator.
Kita diajak mengenal Esi (Shanty) dan ambisinya yang sederhana. Sebagai seorang petugas cleaning service di bar tepi jalan di Cibinong, ia hanya berharap anaknya bersekolah dengan baik dan tak mengulangi nasib menyapu di bar murahan macam itu. Mungkin Esi ingin jadi penyanyi, tapi ia tahu diri. Maka dari jauh saja ia mengagumi Cicih (Sarah Sechan), primadona yang sudah mulai memudar, tapi dengan gravitasi yang masih besar. Salut untuk Sarah Sechan untuk ini.
Dan ketika godaan itu datang, Esi dengan mudah mengelak. Ia sadar bahwa mimpi yang dijual para lelaki yang datang ke bar itu adalah tipuan. Apalagi kalau soalnya sudah melibatkan Maesaroh, masa depan Esi. Namun Cicih yang seharusnya lebih paham soal macam ini, ternyata tertipu –dan kita paham kenapa ia tertipu. Maka ketika akhirnya Cicih mengajak Maisaroh (Ken Nala Amyrtha) ikut serta bersamanya, kita merasa sedang bersama-sama Cicih mengejar mimpi.
Tapi sayangnya sejak awal kita tahu kemana arah cerita. Kita hanya menantikan apa jalan keluar yang akan ditawarkan oleh pembuat film ini. Di sinilah pertaruhan kreator terjadi. Kita tahu bahwa kenyataan terhadap perempuan macam Cicih atau Maesaroh memang keras, dan film ini tak berani menghadirkannya karena mungkin terlalu pahit. Maka film ini pun membuatkan jalan pintas yang tak terlalu meyakinkan. Tapi, sudahlah. Kita pun mungkin tak cukup tega membuat Cicih dan Maesaroh menjadi bulan-bulanan kenyataan. Toh kita paham bahwa masalah bernama trafficking yang mereka hadapi mungkin jauh lebih pahit dari yang bisa digambarkan dalam film ini.

Pada segmen inilah perspektif perempuan baru hadir dengan baik. Karakter utama diberi kebebasan serta pilihan; dan empati selalu terbangun pada tokoh-tokoh yang memilih. Maka pada cerita ini saya merasa bahwa saya perlu membela perempuan bernama Laksmi itu, apapun penyakit yang dideritanya.

Kedua cerita terakhir yang skenarionya ditulis oleh Melissa Karim lebih taktis dalam menyampaikan muatannya. Ketimbang memilihkan kenyataan yang hitam putih dan karakter yang tipis, ia mengajak penonton memahami dulu mimpi, harapan dan pilihan-pilihan yang dihadapi oleh tokoh-tokohnya. Maka empati sudah terbangun sejak semula, dan ketika mereka tersudutkan, kita merasa perlu mengeluarkan mereka dari sana. Inilah sebuah bentuk komunikasi yang lebih persuasif dalam mengajak penonton memahami masalah.

Perempuan Punya Cerita memang berani mengambil sebuah risiko besar dengan mengumumkan diri sebagai film dari perempuan tentang perempuan. Pengakuan terbuka seperti ini tampaknya belum pernah dibuat sekeras ini dalam film Indonesia pascareformasi. Film seperti Pasir Berbisik atau Eliana-eliana membawa tema itu tanpa menyatakan bahwa film-film itu adalah film tentang perempuan.
Hasil keberanian itu adalah gambaran para perempuan malang dan tersudut. Kita mengerti betul bahwa kenyataan memang lebih hebat lagi dalam menyudutkan perempuan. Hanya, bukankah film dengan kepentingan bicara tentang perempuan lazimnya justru hendak mengeluarkan mereka dari sana atau mengajak penonton bersimpati dan kemudian berpikiran untuk membawa mereka keluar dari sana? Ketika pernyataan tentang perempuan lebih penting ketimbang membawa perempuan keluar dari posisinya yang tersudut, maka inilah jebakan para ideolog dan aktivis yang mendahulukan egotisme mereka ketimbang persoalan yang mereka bawa.

SENI, KOMUNIKASI DAN PEMBENTUKAN CITRA PEREMPUAN
Film merupakan seni kompleks yang mengandung teori komunikasi massa, menyampaikan apa yang ingin disampaikan oleh pembuat film dalam hal ini sutradara untuk membuka realita tertentu kepada masyarakat luas. Keberhasilan film sebagai media komunikasi ditentukan oleh kepiawaian sutradara dan idealisme sutradara, Nia Dinata seorang sutradara perempuan yang memproklamirkan diri sebagai aktivis feminisme menyampaikannya melalui pendekatan film.  Dengan pendekatan film adalah sekumpulan tanda, akan menjadi lebih produktif mengajak penonton memahami apa makna tanda dalam film.
Dalam kenyataannya, penonton bukanlah kelompok pasif. Kritikus film Amerika, B Ruby Rich (dalam Sue Thornham, ”Feminism and Film”, 1999) berpendapat, penonton sesungguhnya aktif terlibat dalam memaknai ideologi yang ditawarkan film, memberi makna, dan bahkan kadang bertentangan dengan tujuan film itu sendiri.
perempuan sebagai penonton juga tidak tunggal. Identitas sebagai perempuan dipengaruhi ras, kelas sosial-ekonomi, tempat tinggal, dan bahasa, bukan hanya oleh perbedaan jenis kelamin.
Keadaan juga tidak mudah ketika feminis memakai pendekatan berbeda dalam memproduksi film. Di satu sisi, memilih memproduksi film dengan menggunakan penandaan berbeda dari film arus utama. Di sisi lain, seperti disebut Thornham, memilih membuat film memakai konvensi film arus utama, tetapi menggarap isu pokok feminisme, yaitu hubungan perempuan dengan bahasa, relasi antara ruang publik dan privat, perbedaan seksual dan hubungannya dengan berbagai bentuk perbedaan lain, batas dan kemungkinan pencapaian gairah seksual, dan hubungan antara perempuan, terutama antara ibu dan anak.
Bila pada awal feminisme para feminis menyoroti ”citra perempuan dalam film”, setelah tahun 1970-an fokus perhatian adalah membuat ”citra untuk perempuan”. Pada yang pertama, sifatnya pasif karena memberikan perhatian pada film yang sudah diciptakan. Sedangkan pada yang kedua, aktif ikut memproduksi film yang menghasilkan citra positif perempuan.
Keinginan mendorong perempuan dalam industri film memproduksi film berperspektif jender dengan memberikan ruang memperlihatkan hasil karya mereka itu mendorong Kartini Asia Network, Kalyana Shira Foundation, Komunitas Salihara, dan Jurnal Perempuan.
Nia Dinata dengan Kalyana Shira Foundation mengajak penonton mengenal perspektif perempuan dalam film. Karena menurut Nia selama ini industri film umumnya didominasi ideologi patriarkhi yang menjadikan nilai-nilai laki-laki sebagai norma. Karena itu, perempuan hanya menjadi pelengkap atau bahkan tidak terlihat sama sekali. Pencitraan tersebut dipandang merugikan perempuan.

Perempuan protagonis dan Film Perempuan


Film perempuan tidak bersifat tunggal, melainkan meliputi berbagai genre. Meski demikian, terdapat beberapa karakteristik kunci yang dapat membantu mengenali film perempuan. Salah satunya dikutip Joanne Hollows (Feminism, Femininity and Popular Culture, 2000) dari kategori yang dibuat Maria LaPlace. LaPlace menyebutkan, ”film perempuan dibedakan berdasarkan protagonis perempuannya, sudut pandang perempuan, dan naratifnya yang umumnya berputar sekitar pengalaman perempuan: keluarga, ruang domestik, romantisme—arena di mana cinta, emosi, dan pengalaman mendapatkan tempat lebih dari aksi dan peristiwa. Satu aspek yang paling penting adalah menempatkan dalam posisi tertinggi keserasiannya dengan relasi antara perempuan”. Dalam perkembangannya, kritik feminis terhadap film tidak lagi hanya melihat ”citra perempuan” dalam film, tetapi juga ”perempuan sebagai citra”. Pendekatan yang dipakai adalah strukturalisme, semiotika, dan psikoanalisis.
Dengan alat analisis tersebut, film sebagai bentuk dan bahasa bukan hanya memproduksi ideologi patriarkhi, tetapi juga mereproduksi penontonnya sebagai obyek ideologi patriarkhi. Karena itu, pendekatan ini melihat mengubah konten film tidak serta-merta menggugat praktik yang patriarkhis itu karena menggunakan kode ”realis” dan konvensi yang sama seperti film arus utama. Persoalannya, apa yang disebut realis, bila yang nyata itu didefinisikan menurut norma patriarkhi.
Pendekatan ini membawa pada analisis film arus utama memproduksi nilai patriarkhi bukan dengan cara mendistorsi citra perempuan, tetapi menggiring pemahaman penonton tentang perempuan. Karena itu, di dalamnya laki-laki menjadi norma dan perempuan menjadi liyan.
Sutradara yang memulai debutnya dengan menyutradarai 'Ca Bau Kan' ini mengaku sebagai sutradara feminis. Dalam film-filmnya nia menampilkan masalah-masalah sosial dari sudut pandang perempuan. Ia juga berusaha menyuarakan suara kelompok minoritas dan marjinal seperti perempuan, anak-anak, dan homoseksual. Nia Dianata mulai berperspektif feminis sejak berusia 18 tahun. Lulusan Sekolah Film Program NYU Tisch School of Art, Amerika Serikat ini selalu mengangkat sosok perempuan yang multidimensional dan tidak kebanyakan menjadi karakter yang melankolis. Manusia dalam film Nia tidak mutlak hitam putih seperti dalam kebanyakan film atau sinetron.
Tak jarang idealismenya di tolak mentah-mentah oleh masyarakat dan mendapatkan makian karena dianggap menyebarkan nilai yang tak sesuai dengan budaya Timur,  tetapi hal itu membuat filmnya diapresiasikan dan kebanyakan yang mengapresiasi filmnya adalah kalangan mahasiswa. Nia bahkan beberapa kali menjadi narasumber untuk penelitian mengenai gender maupun hak asasi yang dicerminkan filmnya. Nia Dinata membuat film yang bersifat personal, ada kaitan dengan dirinya. Dalam membuat film dia selalu melakukan riset dan treatment visual dan sebagai Ekspresi diri serta pencitraan terhadap apa yang terlihat di sekitarnya.
Cara Nia Dinata yang menyampaikan ide dan gagasannya tentang isu gender dan feminisme melalu seni merupakan sebuah cara yang efektif untuk sebuah komunikasi massa, terbukti nia sukses membuat sebagian masyarakat gerah dengan beberapa karyanya seperti Madame X yang mendukung kaum transgender artinya apa yang dilakukan oleh Nia Dinata untuk sebuah proses teori komunikasi masal terbilang cukup dapat diterima karena mendapat apresiasi dari masyarakat.
Kehadiran film-film karya Nia Dinata merupakan hal yang menarik untuk diteliti. Film karya sutradara perempuan yang mengangkat tema tentang perempuan. Film-film karyanya yang berjudul Arisan!, Berbagi Suami, Perempuan Punya Cerita – Cerita Cibinong berusaha mengangka realitas dan peranan perempuan yang melakukan perlawananterhadap budaya patriarki , dari berbagai aspek kehidupan yang ada, tumbuh dan berkembang dimasyarakat yang kemudian diproyeksikan kedalam layar.
Perlawanan –perlawanan yang dilakukan oleh Nia Dinata dengan media komunikasi massa seperti film ditunjukan dengan karya-karyanya yang mengangkat ideologi feminisme. Film karya Nia Dinata ditampilkan dengan perspektif perempuan. Dan membuat film cenderung menampilkan karakter perempuan yang kuat, tegar, mandiri sebagai tokoh utamanya. Film menyampaikan sebuah cerita berdasarkan ide dan
pemikiran seorang sutradara yang juga menjadi penulis dan author didalam film itu.  Melalui karyanya Nia Dinata telah membuat pernyataan budaya baru, terkait dengan stereotipe perempuan Indonesia. Perempuan tidak hanya berada dibelakang laki-laki tetapi juga setara dengan laki-laki, karena perempuan juga mampu berperan sebagai subyek dalam kehidupannya sendiri.
Film karya Nia Dinata juga berperan menyampaikan informasi, agar penonton menyadari dan memperhatikan realitas permasalahan yang dihadapi perempuan dan disekitarnya sehingga pengetahuan akan adanya masalah tersebut akan dapat melahirkan kepedulian dan upaya-upaya yang dapat membantu mengatasi berbagai permasalahan perempuan dan kembali kehakikat teori komunikasi, film sebagai komunikasi massa yang bersifat menyampaian informasi atau hal-hal yang bersifat fakta.   



emosi malam ini.





Duduk baik-baik.perHATIkan.
Tulis. KERJAKAN.Jangan kalah sama mulut. Karena berKARYA bukan cuma ngomong!

kuat itu penting!

JANGAN 
JADI 
CENGENG 
VAL !!!


" Saat saya berteriak ini itu..
Rasanya seperti ingin EEK.
harus lekas. dan tak bisa menunggu.
saya punya mimpi. tekad. dan saya yakin mampu!!
..... saya menantang kamu -diri saya sendiri- !!!!!!"
proses ini terus mengalir....


buat mu ini hanya karya... tapi buat saya.. ini ADALAH KARYA! 




berkarya bersama SIGMA TV dalam.. 
žGood Morning Montie (Fiksi) as Director and script writter (2008)

žPeta Nasionalis (Fiksi) as artistic crew  (2010
žMerindukan Hujan (Fiksi) as Director and script writter (on progress) (2010) ---> film ini ga akan failed. 
žSenjata untuk tangan kosong (Fiksi) as Ass. Sutradara (2010)


žPertempuran (Fiksi) as talent (2011)
žCook like a chef (Reality show) as Crew (2011)
ž“I” (Fiksi) as Script Writter & As. Sutradara 1 (2011) ----------> ini pun harus jadi der!!
__________________________________________________________________________
Video Clip Seurius band ‘Proposal Cinta’ as Property crew (2011)
Toko Hati Kalbu (Fiksi) as 'Director of Art' (2011) 

next project... 

takeART as ass. sutradara 1 ... semangART teman2... 


coming soon.. akan lebih banyak lagi! 

Buat gue yang penting proses!

Beberapa kali creative meeting bareng teman2 crew untuk sebuah project baru, rencananya akan buat sebuah film genre comedy, biasalah namanya juga creative meeting semua ide keluar satu persatu dan loncat-loncatan dari semua kepala sampe akhirnya ide itu melayang layang di tengah-tengah kami.

Kami ingin buat film yang beda!
......................... so ?
Kami ingin buat film komedi yang keren !
.......................... so?
Bikin film itu gampang !
........................... so?

Tiba – tiba gue keinget beberapa waktu yang lalu, gue begini waktu proses produksi yang lalu-lalu. Menggebu-gebu tapi gak matang dan kebingungan.
................. dan sekarang jangan terulang lagi.

Buat gue yang masih belajar ini, yang penting itu proses. Proses berkarya kita.

Karena dengan proses, kita jadi berfikir, merasakan.

Dan buat gue, bikin film itu pake rasa. Terserah kalo menurut lo... 

Toko Hati Kalbu

poster Toko Hati Kalbu

Sehabis sms-an sebentar sama Raja tentang Toko Hati Kalbu iseng-iseng searching “TOKO HATI KALBU” di mbah google. Ternyata muncul buanyak blog teman2 yang sudah duluan blogging soal TOKO HATI KALBU ini.

Ada andre, nisa, laddy yang udah duluan posting tentang Toko Hati Kalbu... dan gw pun jadi pengen, hehehe.
Yup. Toko hati kalbu ini project film pendek yang di tulis skenarionya oleh Jujur Prananto, setelah kemarin gue terpilih bersama teman2 dari jakarta lainnya di LA Indie Movie Finalis Jakarta. Gue disini kebagian jadi Director of Artistic . Yeah... art.

Akibat jadwal sempat molor beberapa waktu, karena syuting di jakarta dan gue udah harus ke jogja untuk kuliah akhirnya merelakan bolos kuliah untuk beberapa waktu tertentu demi film ini. Hehe.
Hmm? Ga nyesel kok, karena ini jadi seperti project perpisahan buat gue, bersama teman2 Komunitas Sehat Bergairah yang jadi art crew;  ASUN yang luar biasa membantu, ARDI, IKUN, ARI, Bang EBOL.. mereka luar biasa berbakat di bidang seni rupa, WOW. Kalo gue minta apapun bisa tersedia dan JADI dengan nilai 9, ga lebay. Tapi serius. Jadi kalo ada yang butuh segala sesuatu yang bersifat SENI RUPA bisa contact lagi KOMUNITAS SEHAT BERGAIRAH.  ---ah.. jadi rindu suasana rumah menteng yang menyenangkan---

Ga lupa juga teman2 SIGMA, IPUL dan LARAS yang udah bantuin parah, laras disini jadi wardrobe, karena sempet hubungin anak2 Tata Busana UNJ tapi ga deal karena satu dan lain hal. Akhirnya laras yang bantuin. Dan IPUL itu luar biasa bantuin angkat2 barang, naek motor bawa mannequin, dan segala peralatannya NAEK MOTOR ke rawamangun – Bekasi – rawamangun jam 2 malem.

Serta teman-teman PUSTAKA TRANSFORMASI yang bersedia meminjamkan berkardus-kardus buku.. sampe patah tulang gue ngangkat2nya.. tapi buku2 itu bener jadi luar biasa.

Dan teman2 finalis jakarta (Laddy, Raja, Dimas, Novi, Joe, Icha, Sheiya, faiz) dan seluruh crew yang sudah membantu(andre, silvi, annisa dll) . Ini proses produksi yang luar biasa buat gw. In personal.
Hari ini gw bener2 kangen masa2 praproduksi pulang malem2 dari SET ke bekasi, berkelana cari lokasi sama Laddy seharian ke bintaro naek motor (aghh yang ini gila), keliling2 sama raja dan di tilang di bunderan senayan (polisi sialan ini, masa duit Cuma tinggal 17 ribu aja di ambil), ngeliatin mas Garin ngomong dan share bareng, bingung nyari gelas cocktail ke cibubur sama novi sampe nyasar ke citereup, ngerjain property di SB, sampe nemenin laras ke dokter, terus ketawa2 masa produksi dan nanyi “dimanaaa dimanaa dimanaaa” nya ayu ting ting (pas produksi ini ayu tingting belum seterkenal sekarang. Haha), dan ngumpul di SB bareng anak2 dan crew. Ahh... i miss that things... J

Entah kenapa, ini seperti membuka sesuatu yang baru. dan langkah ga akan terhenti. justru semua baru saja dimulai... 
Bisa kerja bareng dengan sahabat2, keluarga dan orang2 yang luar biasa. Seperti apapun filmnya tapi buat gw film ini BERASA banget,.. berasa deg2annya, capenya, senengnya, stressnya sampe harunya (kalo ini mungkin Cuma gw yang rasain), semoga kita semua bisa kerja bareng dan kumpul lagi ya teman2...

Toko Hati Kalbu juga di putar di INNAF 2011 dan katanya bakalan di puter di RCTI tapi ga tau kapan..
Ini jadwalnya...

Toko Hati Kalbu tayang di Blitzmegaplex Grand Indonesia pada:
·         Sabtu, 12 November 2011 (21.30 WIB) (sebagai film pembuka Shadow)
·         Selasa, 15 November 2011 (19.30 WIB) (sebagai film pembuka Shadow)
·         Sabtu, 19 November 2011 (14.30 WIB) (sebagai film pembuka Rabies)
Toko Hati Kalbu juga tayang di Blitzmegaplex Paris Van Java pada:
·         Sabtu, 26 November 2011 (19.15 WIB) (sebagai film pembuka Saint)

Semoga film ini menang saat berhadapan dengan film2 LA Indie Movie dari Yogyakarta, Bandung dan Surabaya... ya meskipun nanti ga menang pun, gue tetep bangga dengan proses produksi film ini.....

Karena...

TOKO HATI KALBU bener2 project HATI... J

Sinopsis toko hati kalbu :

Kalbu adalah seorang gadis yang membuka sebuah toko pernak-pernik bernama “Toko Hati”. Toko tersebut menjual segala pernak-pernik yang berhubungan dengan cinta. Beberapa hari berlalu, toko masih selalu sepi pengunjung. Hanya beberapa orang yang masuk ke tokonya, kemudian pergi tanpa membeli. Odi, pemilik warnet di seberang Toko Hati diam-diam memperhatikan, ia juga tertarik dengan sosok Kalbu. Odi memberi semangat pada Kalbu untuk bersabar. Odi juga yang akhirnya menyarankan kepada Kalbu untuk sedikit merombak etalase Toko Hati agar menjadi lebih fresh. Kalbu menuruti saran Odi. Semenjadi direnovasi, tokonya menjadi lebih ramai dari sebelumnya. Banyak pemuda-pemudi yang masuk ke tokonya. Tetapi sayang, mereka hanya melihat-lihat dan mengacak-acak etalase barang. Bahkan beberapa di antaranya akhirnya rusak. Kalbu kecewa dan ingin menutup Toko Hati. Odi menyarankan Kalbu untuk tidak menyerah. Tapi, Kalbu terlanjur patah semangat. Beberapa hari, Odi melihat Toko Hati tutup, sampai akhirnya dia melihat Kalbu kembali membuka tokonya. Di depan toko dipasang PERATURAN BAGI PENGUNJUNG TOKO HATI. Kini, tak ada lagi yang dapat semena-mena pada toko hatinya. 


** gw. bersama teman setia saat produksi, DOUBLE TAPE **


**asun bergelut dengan manual cutting untuk plang toko hati**

**kondisi rumah berantakan banget, si Ardi tapi masih bisa senyum lebar. haha **

 ** syuting hari pertama **

**masih hari pertama**


** Ardi mendadak jadi artis looh... **

 **crew art yang ga tidur udah tiga malem, di trotoar pun jadi ya.. **

 ** makan, i miss you all...**

 ** syuting malam, hari kedua**


** Asun dan gerobak milik pak de**

** yuk ngeset,.. asun dan ikun **


** ngeset di tengah malam saat wraping hari pertama**


** lembur - lembur **


** asli deh, awan-awan ini bikin stress ikun dan crew art **


** ardi dan tangan dewanya :P **


** hasil set crew art SEHAT BERGAIRAH **


** set window display... ada ari yang sibuk ngurusin "hati" yang bergelantungan**


** set meja dalam toko **


** kijang berhati. haha **


** papan peraturan Toko Hati Kalbu **


** syuting hari 2, setnya toko berantakan**


** cupid dan awan, asli gw suka banget ini **


** set display aksesoris **


DAN INILAH SAATNYA CREW BERNARSIS RIA. 


** kopi selalu menemani kita **




























Akhirnya TOKO HATI KALBU PUN SELESAI.... 

**jangan lupa doa dan nonton filmnya ya.. **