Thursday, October 25, 2012

Dua

Pekan beranjak. Dua cangkir kopi tersaji diatas meja kecil kereta.
Kami menyeruput dalam diam.
Tiada mampu kami sembunyi dari harum kopi.

Setelah kantuk. Deru angin membangunkan kami.
Memaksa aku memutar apa yang telah kami bicarakan.

sepanjang rel.
Aku duduk membelakangi barat. Berlari lagi pada kisah yang tertinggal dibelakang.

Dimula dari nuklir, kala ia bercerita tentang inti atom.
Bom. Yang membombardir buku pelajaran sekolah dasar, hingga yang kami tahu, artinya adalah bencana.

"Kata siapa?" Dia seraya berkata. Sekata, demi kata.
Menenggelamkan kami dalam diskusi renyah.
Hingga cerita tentang turbin raksasa, lantas terbahak sambil menyanyikan lagu kampanye salah satu pilkada di pembahasan lainnya

Matanya basah karena tertawa saat ku bilang, cita-cita kecil ku adalah pawang lumba-lumba
Lalu ia terdiam dan berkata;
"Ini bukan soal mimpi, tapi soal hati, apa yang mengganggu mu dengan show lumba-lumba di gelanggang samudra?"
... Aku terdiam.
Ya, aku bercerita, bagaimana aku kecil bertamasya seorang diri ke gelanggang samudra dan sangat ingin dicium lumba-lumba..
Katanya...
"Ya moment pengharapan tentang kerinduan mu pada ibu, tak salah harus dewasa sebelum waktunya"

Dua mahasiswa kedokteran didepan ku melirik kami diam-diam, mereka pura-pura pulas. Nyatanya aku melihat kelopaknya menari-menari.
Di wajahnya ada harapan dan mimpi memacari artis korea.
Begitu bersemangat melalui malam ini karena esok akan bernyanyi bersama idola mereka di Glora Bung Karno
Semua akan dilakukan hingga mengorbankan belajar untuk ujian stase di hari senin.
Dengan santainya mereka serempak berkata:
"Kapan lagi ada kesempatan seperti ini, ujian masih ada waktu lain"
Aku dan bapak disampingku berpandangan. Diam sejenak.

Cerita kini tentang beliau.
Dimana hidupnya untuk pengetahuan, berkeliling nusantara mencari limbah radio aktif dan meneliti, mengajak warga dan pengusaha untuk lebih peduli.
Katanya... Nuklir bukan bencana, nuklir bukan senjata.
Dan akhirnya kita tertinggal karena para pengusaha batu bara memegang kendali, termasuk konspirasi ilmu pengetahuan yang membuatnya geli.

Kata-katanya tidak berusaha untuk meyakinkan ku, tapi aku percaya padanya, bagaimana ia nanar membandingkan apa yang ada di belahan dunia lain untuk negeri ini, semangatnya menjelaskan padaku kuasa inti atom mampu memegang kendali. dan mengingatkan ku bahwa manusia yang mampu mengendalikan dirinya adalah pengendali sesungguhnya.
Di mana menyadari bahwa bumi tak hanya untuk di cambuk tapi juga dibelai,
Ilmu bukan untuk yg serakah, bahkan pada alamnya sendiri.

Beliau adalah ilmuan yang bekerja pada pemerintah. Dari tawa dan pilunya ku dengar cintanya untuk bumi, pengetahuan dan bangsanya.
Ketulusan. Sesederhana yang mampu ia ucapkan.

Hingga rindu merasuk hadir, menjelma pada elegi, saat beliau memandang sosok ku, diriku, di separuh perjalanan ini.
Semua kata adalah nasihat yang tak pernah aku dengar begitu tulus, dimana kami sama-sama memegang gelas kopi kami, ini babak tentang perasaan rindunya akan anak perempuan yang pergi ke surga mendahuluinya...
Kami sama-sama ditinggalkan.

Beliau memaksa ku menceritakan soal rasa, sesuatu yang ingin dia tahu dari gadis seumurku, bagaimana aku menjelaskan diri ku sendiri akan sebuah cinta.
Sederhana, kata ku.
Seperti nuklir yang iya katakan, ditangan orang yang tepat nuklir mampu mengalirkan manfaat untuk umat, tapi jika di gunakan untuk senjata, jangan harap atom dapat terkendali.
Begitu juga hati, katanya...
"semoga lekas orang yang tepat datang tanpa memanipulasi inti atom mu"

Kami tertawa.

Banyak hal yang kami sepakati bersama; Secangkir kopi tak cukup menemani obrolan kami
Jokowi menang pilkada karena ia anak metal
Kereta malam ini penuh penumpang
Jogja adalah romansa
Naik kereta lebih asyik di banding pesawat -(untuk beberapa hal tertentu selain waktu)
Indonesia butuh nuklir, tapi belum sekarang saatnya
Boyband dan girlband korea membuat kami pusing
Kamar mandi di gerbong 2 ini cukup bersih
Banyak penumpang melirik ditengah obrolan kami
Kami seperti memutar kembali langkah karena kami duduk membelakangi arah
Kami setuju bahwa kata "hati-hati" itu romantis
Dan... Kerinduan akan bagian dari hidup kami.
Tentang anak perempuan dan ayah dalam kematian yang kami siratkan masing-masing

Kami terdiam. Lagi.

Ia menghisap nafas dalam-dalam
Dan aku kembali pada kopi ku, hampir habis.
Ku pandangi malam gelap di luar kereta,, tersenyum mengingat sepekan lalu kala perjalanan terakhir ku bersama kereta ini penuh amarah dan kekecewaan.

Malam ini, dingin tak datang, ketika aku dan bapak disamping ku masih terdiam, aku coba pejamkan mata, setetes bahagia yang sederhana akhirnya tumpah di ujung mata...


Apa kata hati kecil ku...
Sedekat aku dengan ayah dan cangkir kopi
Seolah aku duduk manis menceritakan sebagian lalu didalam hidup ku.
Terima kasih untuk secangkir kopinya, pak.

Aku lantas pura-pura tertidur, begitu pun beliau.
... Memejamkan mata, saling merenungkan apa yang telah kami bicarakan.


02.28
22 september 2012
Gajahwong
22c-22d gerbong 2


*weeets.... Penuh angka 2

No comments:

Post a Comment