Monday, January 21, 2013

Review film: Never Let Me go










Sutradara         : Mark Romanek
Produser          : Alex Garland, Andrew Macdonald, Allon Reich
Penulis             : Alex Garland (screenplay), Kazuo Ishiguro (novel)
Pemain            : Carey Mulligan, Keira Knightley, Andrew Garfield, Isobel Meikle-Small, Ella Purnell, Charlie Rowe, Sally Hawkins, Charlotte Rampling, Nathalie Richard, Andrea Riseborough
Musik              : Rachel Portman
Sinematografi  : Adam Kimmel
Editing                        : Barney Pilling Studio DNA Films/Film4/Fox Searchlight Pictures
Distrisi             : Fox Searchlight Pictures
Waktu             : 103 Menit

Review
Film ini diadaptasi dari novel yang berjudul sama ‘Never Let Me Go’ karya penulis asal Inggris Kazuo Ishiguro yang dirilis tahun 2005.
Novel ini banyak mendapatkan pujian dari banyak kritikus dunia literasi. Dan juga TIME Magazine menggelarinya novel terbaik di tahun 2005 dan memasukkannya dalam daftar TIME 100 Best English-Language Novel from 1923 to 2005.
Sebuah kisah tentang manusia produk cloning disebuah sekolah asrama, Hailsham, jika berbicara tentang cloning atau kecanggihan teknologi didalam film ini tidak dapat ditemukan property sci-fi meski bisa saja film ini dikategorikan sebagai film fiksi ilmiah (science-fiction) tetapi penonton akan mendapatkan kisah mellow-drama yang membuat penonton menginterpretasikan sendiri bagaimana perasaan dari setiap tokoh.
Aspek editing sangat membantu menciptakan plot yang halus dan suasana menjadi terkesan lambat untuk memberi ruang bagi penonton merasakan alur cerita dari film ini.

Sinopsis
Berkisah tentang cinta segitiga antara Kathy (Carey Mulligan), Tommy (Andrew Garfield), dan Ruth (Keira Knightley).
Mereka adalah ‘produk klonik’ yang diciptakan untuk mendonorkan organ-organ vital. Mereka diciptakan untuk kehidupan orang lain dan tidak memiliki hak untuk hidup mereka sendiri.
Hailsham adalah “sekolah” para produk cloning in, dengan setting tahung 1978 Hailsham tidaklah seperti sekolah umumnya mereka diajarkan nilai-nilai “pengorbanan” dan diisolasi dari dunia luar, dengan banyak cerita-cerita tidak masuk akal tentang ‘dunia diluar gerbang Hailsham’.
Mereka adalah sebuah ‘produk’ yang dijaga kualitasnya, diberi asupan gizi yang baik, kontrol kesehatan yang bener-benar diperhatikan serta tidak diperkenankan merasakan ‘kebahagiaan’ dunia luar.  Sampai akhirnya seorang guru (atau “guardian”) membocorkan fakta pahit tentang mereka dan penonton pun mengerti babak pertama tentang hidup mereka.
Kathy yang masih muda malu-malu jatuh cinta pada Tommy, dan Tommy juga membalasnya dengan malu-malu. Cintanya monyet keduanya hanya sebatas malu-malu-kucing, Hingga akhirnya cinta monyet keduanya buyar ketika Ruth menggandeng tangan Tommy.
Kemudian film meloncat tujuh tahun selanjutnya, di mana ketiganya sudah mencapai kedewasaan dan diharuskan keluar dari Hailsham menuju The Cottage, semacam tempat persinggahan“mereka”sampai akhirnya waktu pendonoran tiba.
Selama itu Kathy tetap memendam cintanya pada Tommy yang sudah menjadi milik Ruth. Ketiganya dihadapkan pada berbagai macam masalah di masa ini, seputar origin (manusia sumber DNA mereka), seputar rahasia dibalik Hailsham, bahkan seputar permasalahan cinta segitiga mereka yang semakin rumit.
Babak terakhir, seperti embel-embelnya “Completion,” mengambil latar sembilan tahun kemudian. Di masa ini, Kathy, Ruth, dan Tommy sudah berpisah satu sama lain. Kathy bekerja sebagai “carer” (perawat bagi para “pendonor”) sampai waktu donornya tiba. Babak terakhir ini bercerita reuni antara Kathy, Ruth, dan Tommy. Dilema cinta segitiga mereka pun dituntaskan di babak di sini.

--- 
ANALISIS EDITING 

Film dimulai dengan adegan Kathy H berdiri sendirian menyaksikan Tommy D yang tergeletak dimeja operasi menunggu untuk dilakukannya donor organ, penonton diperlihatkan ‘eye contact’ antara Kathy dan Tommy, diisi dengan voice over Kathy tentang pandangannya tentang hidup, bahwa tidak ada lagi visi untuk masa depannya, kisah Tommy dan Ruth, voice over diisi dengan montage menampilkan tokoh-tokoh itu ketika mereka bersekolah di Hailsham, voice over juga menggiring untuk masuk ke Flashback Setting Tahun 1978 dengan scoring suara nyanyian anak-anak Hailsham mengantarkan penonton memasuki kehidupan Kathy dan alasan Kathy mengapa ia berdiri sendirian di Rumah Sakit itu.
Tiga fase waktu membagi film ini; Saat mereka anak-anak (tahun 1978), Kehidupan mereka di The Cottage, dan Tahun 90-an masa dimana semua konflik akhirnya terjabarkan. Meski pun memiliki tiga fase tetapi teknik continuity cutting tetap mendominasi. Kesinambungan antara frame satu dengan yang lainnya sangat terasa dapat disaksikan didalam adegan awal ketika Kathy berdiri sendirian memandang Tommy yang tergeletak dimeja operasi, sebelum Tommy mendapatkan suntikan obat bius tommy dan Kathy sempat melakukan ‘eye contact’, hingga flashback memasuki tiga fase tersebut, diakhir cerita dijelaskan bahwa itu adalah ‘eye contacr’ terakhir Kathy dengan Tommy sebelum tommy meninggal, meski tidak diceritakan apa yang terjadi pada tommy setelah menjalani operasi dan adegan itu  juga yang menghantarkan Kathy kedalam “babak baru” menyingkapi hidup – fase terakhir-.
Plot yang lambat dan membuat penonton “berfikir” dari setiap adegan, dialog, serta ekspresi, dibutuhkan kepekaan tersendiri untuk memahami dan menikmati film ini. Suasana ‘smooth’ seolah memberi ruang bagi penonton untuk menelaah dan meresapi setiap dialog dan makna yang dileparkan oleh penulis naskah. Salah satu contoh dari continuity cutting dapat dilihat dari saat adegan Ruth kecil bercerita mengenai “perubahan tommy” dan tatapan Ruth saat Kathy dan Tommy bersama, semua adegan mulai berhubungan dan terjawab ketika Kathy menyaksikan ruth dan tommy bergandengan tangan dan berciuman di scene yang lain.

Sebagai sebuah film cinta dan konflik yang kompleks didalam diri masing-masing tokoh, film ini mengajak penonton merasakan sendiri dengan membuka mata dan hati.
Penggunaan teknik editing film seperti Paralel dapat dijumpai dibeberapa scene seperti ketika Ruth, Tommy dan Kathy memutuskan menjalani hidup masing-masing, tommy dengan kesendiriannya di padang rumput, Kathy memutuskan untuk mengikuti program “perawat” dan pergi meninggalkan The College.
Montage – montage juga banyak ditunjukan dan menambah efek semu didalam film ini, karena film ini menyiratkan kesemuan hidup tokoh – tokohnya.
Penonton harus memahami dialog dengan seksama para tokoh agar dapat mengikuti alur cerita film ini, karena film ini memiliki sedikit “adegan bercerita” –tidak juga movie talk- serta memahami setiap frame yang berkesan sederhana tetapi memiliki banyak arti (contoh, montage – para siswa berbaris mengambil susu secara teratur- monoton, menunjukan keteraturan dan “hidup yang sudah diprogram”) Jika tidak penonton akan lepas dari pemahaman cerita. Itu adalah kelebihan dan kekurangan dari film ini ketika sebuah cerita yang kompleks dan detail dikemas dengan halus dan sederhana,
Penonton disini hanya sebagai penonton, karena cerita tidak mengemas penonton untuk menjadi dan merasakan “inside” tokoh, hingga bisa saja terjadi salah interpretasi begitu pula dengan editingnya sedikit sekali menempatkan penonton sebagai ‘tokoh’ (point of view). Sebegai penonton yang tidak diperkenankan memasuki cerita tentunya akan terasa kurang mendapatkan emosi dari cerita sangat membantu dengan music yang menciptakan suasana melankolis itu.
Gambar yang kosong mampu menciptakan suasana “emptiness” tentang pandangan hidup, kehilangan meski terasa seperti ada “ruang kosong” ditengah tempo yang berjalan lambat.
Jika sutradara memang ingin menepatkan kehampaan didalam “Never Let You Go” maka sutradara cukup baik mengeksekusi cerita ini sebagai film cantik yang hampa.

No comments:

Post a Comment