Monday, April 6, 2015

Mirip Gila

Ruangan ini sangat dingin, samar dibalik proyektor, ku lihat wajah mu, wajah yang menyebalkan makin mengeras di ingatan. 
Aku mirip gila. 


Mungkin saja, dunia ini sudah gila. 
Seperti kita yang mirip gila. 
Atau kita adalah bagian paling gila dari kegilaan manusia. 
Atau kita adalah cerita paling normal dari kegilaan dunia. 


Aku melipat memori dibalik jaket hijau. Udara dingin, perjamuan malam, semua orang makan daging yang dibakar, ukuran besar, harum menyeruak, tertawa cantik penuh pesona didalam bibir. Tapi aku melipat memori, semua yang memutar, kala sakit ku kambuh, rindu. 

Entah sedang dimana kau berada, matamu tak sedetik pun berlari dari ponselmu. Katamu; bagaimana bisa aku melupakan orang yang membuat ku jatuh cinta dua kali. Kau senyum sendiri. Kau mirip gila. 


Rindu itu bagai racun yang tepat menyerangku, membalikan isi hati ku, mengoyahkan pikiran ku dan sedetik ku sadari, rindu terlalu lelah mampir didalam selaput otak ku, rindu terlalu lelah menyiksa ku untuk terus-terusan melankolis. 

Kamu pun tiba, dengan ransel hitam mu, duduk disampingku, meletakkan ransel mu dibawah kursi mu. 

"Kau terlambat" ku bilang 
"Ayo kita pergi dari sini" kata mu berbisik. 

Aku pun melangkah keluar, menjauhi mereka, tanpa berpamitan. Kau mengikuti ku dari belakang. 


"Apa kabar mu" kau bilang 
"Great..." 
Kau tersenyum. 
Mengambil sebatang rokok mu, aku merebut rokok dari jari tangan mu, kau tertawa. 
"Tak berubah" 
"Tak ada yang harus berubah..." Ku bilang
Apa sudah jadi kebiasaan jika mencintai itu jadi menggilai. Seperti siang ini; aku sudah gila karena mencintaimu. Atau cinta adalah definisi dari kegilaan yang dianggap normal.  
Malam ini semakin dingin, kau. 
Aku dan kau di teras restaurant, pengunjung masuk lalu beberapa keluar, wajah mereka bahagia, aku tak yakin mereka benar-benar lapar, mereka hanya menikmati suasana makanan mahal ini. Tata ruang yang romantis, lawas. Romantis kini mahal harganya, saat semua sudah berlalu dan menjadi lawas. 
Bukankah seperti itu hakikatnya kenangan? 

"Aku sudah dengar semuanya" 
"Apa ada bagian yang tertinggal...?" 
Kau coba menjelaskan 

"Tidak" 
Aku menghabiskan rokok ku, yang sebenarnya adalah rokok mu.

Rindu membuat kita pun makin sama - sama mirip gila.


No comments:

Post a Comment