Jika sakit adalah kebiasaan, dan aku sudah tidak lagi
terbiasa, lalu aku sesak, selalu sesak, yang tanpa sekat, saat semua terbuka,
sesekali ku merasa kau tetap ada disana, diantara delusi yang ku pastikan bahwa
kau ini tak ada. Dan tapi kau tetap ada disana rupanya, mencari ku, yang sudah
sembunyi – sembunyi.
Aku ini sedang marah.
Pada mu.
Dan ku selalu ingin pergi tapi tak bisa kembali
Mengenang kata-kata yang tak sempat terungkap
Pernahkah kamu memahami sepi yang paling sepi?
Aku pernah.
Sepi adalah aku yang berhasil tanpa kau
Sepi adalah saat aku bahagia tapi kau tak ada
Saat ku mencoba ingin pergi tapi selalu kembali
Lalu aku bertanya pada diri ku sendiri, apa saja sumpah
serapah yang pernah ku ucap.
Lalu, aku malu.
Pada pikiran ku sendiri, mengapa aku begitu memaksa diri untuk
lari jika jalan pelan saja ku sulit
Dan tapi, disuatu sore, saat sepi itu mulai memuai perlahan.
Aku harus menyadari, tak ada yang salah padamu, tak ada yang
salah pada kita.
Tak ada yang salah padaku.
Ini cuma aku, dan tidak berdaya ku.
Jika pernah, kita berdua bermimpi untuk menyebrangi jalan
ini.
Sekedar meniru apa yang pernah dilakukan oleh idola mu,
idola ibu ku, idola ku.
Dan kita sadar bahwa dongeng tak akan pernah jadi nyata,
bahwa hidup tak pernah mudah.
Meniru hanyalah pura-pura.
Bahwa tangis adalah sementara.
Bahwa luka adalah tak selamanya.
Cinta tak akan jadi permanen.
Karena mu adalah kesementaraan yang ku jaga dan lupa ku
bebaskan.
No comments:
Post a Comment