Friday, March 11, 2011

Hei, kita hanya selangkah saja


Hei, Pilar yang kokoh, aku bisa saja merebut hatimu dari tempatnya tapi nanti kamu sama sekali kehilangan rasa, jadi biarkanlah kamu terus miliki hati mu sendiri.
Bila kurebut pondasinya nanti pertahanan antara aku dan kamu akan runtuh begitu saja. Menimpa aku. Lalu sakit, sementara kamu. Masih nyaman ditempat mu.
Coba ku hitung jarak kita. Tak lebih dari lima langkah. Tanpa pembatas pula. Aku sisi kanan, kamu sisi kiri, tapi aku merasa sangat jauh. Ingin sekali jarak ini aku tebas, lalu kita berdampingan, berdekatan. Sekali lagi.
Lalu aku teringat, bagaimana sebatang ini cepat sekali terasa habis, apa aku terlalu menghisapnya kuat, sampai asapnya bias tak tampak. Menghilang. Dan waktu akan terasa cepat terkikis. Seperti kita. Yang mulai mengikis. Bedanya aku mengikis cinta ku, kamu mengikis aku didalam hidupmu. tragis.
Tapi tak ada yang lebih tragis dari merasa rindu walau kamu begitu tampak. Tak bisa kudekap. Tanpa ku dekat, memberi jarak. Meski bertautan, tapi sisi hati mu tidak bergejolak, dan aku belum ingin beranjak. Sekali lagi  tragis bukan?
Aku ingin kamu lihat aku disini. Kita dekat. Seperti yang lalu tak ingin begitu saja berlalu.
Mungkin dengan aksara aku mampu kembali coba dekat, tak perlu kamu eja, apa lagi kamu baca. Cukuplah kamu merasa seolah tidak tahu, meski sudah kamu lakukan, seperti seolah tidak ada aku disitu. Disini.
Percuma bersampingan. Toh hati telah menjauh, hati mu. Bukan hatiku.  Aku bosan berteriak, didalam pikiranku sendiri, didalam hatiku sendiri.
Aku bosan terus menjerit, ingin kamu dengar satu kalimat yang tak ingin kamu dengar…
……………………………………………………………………“sungguh aku masih cinta”. 

No comments:

Post a Comment