I
Sayang yang sudah terjalin
Dengan hadirnya air mata
Menggenggam jemari halus itu
Sungguh suatu elegi yang tak akan terlepas
Pernah ketakutan menghantuiku layaknya malam
Dengan harapan niscaya surya menerangi
Ketakutan itu pernah hadir sekali
Dengan optimis bahwa itu tak akan kembali
Menggenggam jemari halus itu…
Sungguh suatu elegi yang tak akan terlepas
Ketakutan itu kembali
Pecahan-pecahan yang susah payah kutadah dengan kedua tanganku
Kini kembali hanyut dalam aliran nestapa
Cukup dengan alunan rasa kala itu
Cukup..
II
Kenangan indah yang kita lalui bersama
Tersimpan rapi di sudut hati ini
Senyuman tulus yang kuterima selalu berbekas
Saat kupejamkan mata ini
Tembok raksasa ini masih cukup kokoh
Dan belum bisa kuterobos
Mimpi yang semu
Membuat hati ingin mati membeku
Kelak
Aku ingin memilikimu sekali lagi
III
Hari itu di bandara aku duduk sendiri
Berdua dengan kopi
Bertiga dengan sepi
Cinta kita pernah membangun sebuah jembatan
Indah sekali
Namun setelah kepergianmu senja itu aku jadi tahu
Jembatan itu tak pernah menghubungkan apa–apa
Aku pergi menaiki pesawat dengan peluk terpenggal
Meski hatiku masih saja memintamu untuk tetap tinggal
Jakarta
Yogyakarta
Memisahkan aku dan dia
Kesalahanku sore itu meninggalkan nisan penuh kebodohan
Kutabur bunga juga doa, agar Tuhan mengamini dan memberiku
mukjizat untuk memilikimu sekali lagi
IV
Ini untuk hati hati yang telah ditinggalkan
Atau diingkarkan
Rindu bisa saja begitu tabah
Lalu sepi membuatnya gegabah
Tak ada yang tahu bagaimana gundah
Kala menyergap erat ;
Mengikat
Lalu kau meminta pada Tuhan ;
Untuk melupakan
Menenangkan hati hati yang berdendang pilu
Tak senang
Kau akan selalu marah
Pada memori yang menculik semua pertahanan
Ah!
Rindu yang tak tertahan
Cita yang tak berani diungkap kala tak berarti
Yang berlari dari tepi
Karena aku pasti ;
Tak bisa memilikimu sekali lagi …
****
No comments:
Post a Comment