Wednesday, July 4, 2012

Djenar, di pinggiran gelas kopi hitam mu...


Bila aku mampu menjadi asap, maka aku akan masuk rongga paru-paru mu untuk membantuku bernafas, bila jarak menjadi pertanda maka aku akan menebas semua langkah lalu terbang tanpa berpijak. Tapi bagaimana bila ‘kemarin’ menjadi pagar besi yang menghalangi? Tak mampukah kamu menjabarkan seluruh isi hati mu?
Djenar duduk di petapaan kesukaannya. Sendirian.

Dewi saraswati tidak ada disini, tidak ada didalam benih atau pun buih. Karena hanya ditemani segelas besar kopi. Ini semua soal pilihan, perbedaan dan keberanian, bagaimana rasanya bila telah kehilangan semuanya?

Kemarin, ya kemarin.
Kemarin surya telah datang, menghimpitnya didalam fajar dan senja. Mengawasinya disetiap pancaran sinar matahari. Yang ia yakini, djenar ada diantaranya.  Kemarin, ketika komitmen telah tercipta dan terlepaskan, lantas bagaimana mengakui diri lagi? Tell me, what’s Going on…

Katanya… aku adalah sinaran pagi. Morning sunshine is bullshit.
“Aku tidak butuh cinta lagi sekarang…”

bisik djenar didalam hati. apa yang kau sebut cinta hei manusia ?
Djenar melangkah sendirian didalam gerhana, dia tidak butuh siapa-siapa lagi, karena kesendirian adalah pasti. Djenar menghisap rokoknya sendirian, di warung senja, beberapa kereta kuda berlari-lari cantik, ya inilah jogja, tempat dimana djenar berpijak, mencari udara.

“buat apa kamu sendirian disini ? “ seketika banyu hadir, dalam imaji.
“Aku ingin menikmati diriku sendiri… bisakah?”
Banyu diam.
“aku ingin kamu pergi…” djenar menatap layar laptopnya.
“Minimal, pergi dari pikiranku saja, itu sudah sangat cukup membantu. “ Djenar menambahkan .
Banyu duduk disamping djenar, membawakannya secangkir the manis dingin, dan djenar menolak.
Banyu berlalu perlahan, membawa duka dan belatinya, untuk membunuh rasa-nya pada djenar. Begitu katanya.

Tuhan, adakah engkau disana?

Hidup tidak sesimple itu, dan aku ingin seperti kalian yang berkata bawa hiduplah dengan santai.  Silahkan jelaskan pada djenar. Djenar lebih tahu dari kalian.
Djenar mulai menulis didalam egonya, setelah surya datang, ketika surya hadir rasanya seperti embun yang bermesraan dengan edelwise. Sebuah keselarasan. Surya bagai semerbak yang melucuti setiap bau. Incomplete. Surya adalah pengharapan terakhir djenar.
“Dengan kemana kita akan menemukan jalan yang baru” 

Djenar berbisik didalam hatinya. Harap terlalu berkecamuk didalam dirinya sendiri.
                           
“Kamu adalah matahari pagi yang hadir didalam hitam malam ku”
             “Dan kamu adalah buaian kecil yang menggebu didalam nanarku”

Itu adalah masa sebelum djenar berlalu bersama banyu.
Benarkah rasa ini? Tak ada yang mampu membantu djenar menjelaskannya.
Layar kembali berbunyi, sebuah pesan diujung layar yang lain… “Tunggu Aku” .. sebuah untaian manis dari surya untuk djenar. Entah dari kutub mana, angin itu sepai sepoi dalam lembutnya dan terasa menggelitik seluruh kalbu djenar. Membawa sephia, entah kapan djenar menyadarkan dirinya sendiri.
Didalalam langkah dan jarak yang terpisah jauh.. Djenar hanya mampu berkata

“aku disini, sampai fajar datang yakin akan datang ke tanah Jogja ku, untuk ku. Untuk kami”

Matahari tidak pernah bosan hadir bergantian untuk bumi yang lain. Antara menunggu surya dan surya masih bungkam.  Benarkah surya mampu bersuara?
“Hei, bagaimana dengan kesepian ku disini…” bisik djenar.
Hingga malam, Djenar dan surya bertemu dalam ruang imaji.
“apa aku pantas menunggu Jakarta ku?”
Surya diam… lantas pergi tanpa kabar seperti angin dan yang lalu-lalu.
Keyakinan yang selama ini djenar genggam mulai djenar pertanyakan dalam kalbunya sendiri
                          “ Benarkah surya seyakin aku ?”
           “ Benarkah surya secinta hati ku?”
           “ Benarkah surya tak takut pada kemarin..?”


Djenar bertanya sendirian.
Banyu pun hadir, seketika saja. Diantara perbedaan dan jurang pemisah.. sebuah ikatan. Komitmen. Ya komitmen.
Djenar sudah memutuskan, Banyu dan djenar akan bergandengan bersama.. Djenar tidak lantas melupakan surya. Karena Surya adalah keyakinan.
…… dan djenar tetap menunggu.

Hari semakin berlari, djenar semakin jengah dengan langkah…

“Hei Djenar, kamu harus sadar”
…..bisik kalbunya.

Raga mu didalam dekap banyu,
Relungmu diikat kuat oleh keyakinan, surya.
Lantas djenar harus apa?

Sebuah ruang yang berbeda.
Djenar dan Surya adalah sebuah petikan kisah manis didalm jarak dan “kemarin”. Benarkah surya mampu memutuskan untuk berjalan di sisi kanan djenar? Surya adalah embun yang mendamaikan hati, sebuah keyakinan yang tidak mampu dijelaskan relung manapun. Ini bukan jatuh cinta. Ini cinta.
Keseluruhan hati untuk surya.

Banyu didalam Djenar
Sebuah ikatan manis antara jari kelingking dan jari kelingking., antara sebuah Rosario dan tasbih. Djenar untuk banyu adalah pelipur lara yang ia nanti selama ini….
Tapi pagar besi berkarat melintang begitu saja, tak ada yang bisa memungkiri ini. Tuhan bertindak atas djenar dan banyu. Namun tak ada yang mengerti, diantara mereka pun tak ingin saling mengerti.
Indah adalah semu.
Djenar menggunakan intuisi untuk bersikap realistis. Karena hidup ini nyata!
Di atas nama senja. Djenar telah memutuskan.

Karena perempuan memiliki hak untuk memilih pasangan hidupnya
Karena perempuan memiliki rasa yang selalu dipertaruhkan.

Surya dan Banyu harus diakhiri.
…. Dan komitmen harus di hentikan.
Djenar berlalu meninggalkan banyu yang berdarah - darah. Ternyata hidup tidak sesimple itu. Banyu tak bisa terima, darah sudah bercucuran, air mata mengkristal. Djenar bertaruh pada dirinya. bahwa pilihannya untuk berakhir adalah tepat. Tapi tidak dengan banyu…  Banyu termutilasi rasanya sendiri, karena djenar dan kesemuan yang disebut Cinta.
….. bagian paling menyedihkan adalah ketika djenar bertaruh pada dirinya.
“ini untuk surya, untuk kamu”
Tak lagi peduli dengan jari kelingking yang saling mengikat.
“Surya harus ku dekap, karena aku tahu surya adalah genggaman terindah”
Tanpa surya sekali pun, harusnya djenar tahu, banyu harus diakhiri.

Karena Tuhan adalah satu dan ada dua diantara mereka.
Ingatlah, Tuhan punya andil disini.

Situasi, keadaan…. Ya, Djenar mengambil keputusan, ini semua harus diakhiri.

Sebuah Catatan Untuk Banyu Tanpa Surya
           Entah ini tentang ego atau elegi kita.
            Aku terlalu takut pada ikatan didalam jari manis
Ketika kamu memintaku berjalan disampingku, aku bersedia.
Tapi ketika kamu mengharapku pada langkah yang tak setapak, aku terlalu takut dengan tujuannya. Bukan karena tak bersedia.
            Hadirmu, seperti lucutan kebahagian
            Aku tak bisa berkata ini adalah kesemuan.
            Hanya saja, akan sampai dimana langkah kita?
            Pernah kamu mencoba melihat nyata?

            Ini antara aku
                 Dan kau
                      Ini antara prinsip dan ketulusan

            Entah darimana datangnya Agama
            Tapi aku percaya Tuhan itu ada
                      Tuhan menyaksikan kita
                      Tuhan mendampingi kita

            Tuhan siapa?
            Bukankah ku yakini, kita saling tahu.
            Karena Ia adalah Esa

            Aku mencoba meraihmu didalam gemuruh
            Karena keyakinan adalah prinsip
            Garis nadi yang terikat pada darah mu, darah ku
            Disanalah adanya Tuhan.

            Aku tak ingin kau berkeping
            Aku tak ingin kau termutilasi rasamu sendiri
            Tapi ini realita, Sayang
            Aku tak bisa berpisah pada nadiku, darahku.
            Aku tak ingin menggoreskan nanah pada ikatan kita

            Maka, aku tak mampu, bukan tak memperjuangkan!
            Lantas, apa yang kamu inginkan dari ku?
                                 … Berusaha?
            Smpai di titik mana lagi?
                      Bila aku telah membaca akhirnya.

            Kita tidak lagi seonggok janin
            Aku pun belum cukup dewasa untuk menjadi dewasa!

            Waktu-waktu yang berlalu
            Akan semakin terasa panas
            Karena tak ada penopang untuk badai kita.

            Mari kita hentikan bicara cinta
                                                Karena dengan cinta tak pernah ada realita.

             Dimana Rosario milik mu,
             tak mungkin bersama tasbih didalam genggaman ku

            Aku hanya ingin hidupku nyata
            Demi sebuah cinta, Maaf.

            Aku tidak bisa lagi berjalan bersama mu

            Bukan karena Tuhan,
Tapi karena aku tidak cukup kuat menggores nadi ku sendiri
           (warung senja/ 03 Juli 2012. 09.55) – didalam Djenar.

Semalam sebelum malam ini

”ketika aku mengakhiri semua dengan banyu lantas bisakah kita berada didalam genggaman yang saling mengikat..?”


Surya masih saja bungkam. Djenar tersenyum kecut.

“kemarin  adalah ketakutan terbesar”

Rupanya surya tak cukup kuat mencintai djenar. Detak jantung yang berlari-lari saat senja lalu hanyalah ilusi. Matahari pagi adalah kekecewaan. Djenar tertawa didalam hati.
Benci kah djenar pada masa lalu? TIDAK!
Hanya saja di titik nol djenar memuntahkan dan menangisi harapan kosong itu.
Surya meminta djenar mundur, menjauhi keadaan ini.
…. Tidak sesimple itu bung!

Banyu porak poranda, entah bagaimana dengan surya?
..mungkin baik-baik saja, karena memang tidak pernah ada djenar disana.

Di warung senja yang remang, dalam kesendirian djenar berfikir keras. Tanpa surya sekalipun banyu harus diakhiri, tanpa banyu sekalipun Surya tidak akan pernah mengerti sedalam apa dirinya di relung cinta djenar.

“oh, aku kalah”
“oh, aku salah”
….. Djenar kembali berbisik.

“Aku hancur, mereka hancur” semua salah djenar.


Sebuah Catatan Untuk Surya Tanpa Banyu

            Senja lalu aku bergemuruh didalam mu
            Di sebuah pertanyaan dan sebuah romansa
            Ku pikir dengan kemana kita akan menemukan jalan baru
                  Dengan harapan
            Sinar pagi yang masuk di sela jendela adalah arti hadirmu..
             tapi kini aku buta.

            Pastinya kamu tahu ketakutan ku tentang kemarin
            Kemarin adalah masa kelam

            Sebuah gerhana yang singgah didalam matahari
            Entah kenapa gerhana setia untuk tak jua pergi; kesakitan
           
            Aku ingin bebas untuk mencintaimu
            Meski kamu tidak bicara didalam hadirku

            Apakah engkau rasa yang sama ?
            Aku tahu jawabnya kemarin
                 Rupanya tidak!

            Aku begitu tolol menjadikan mu harapan, tempat bersandar.
Berharap ada secangkir kopi yang manis, kita minum bersama dikala pagi.
Aku begitu bodoh ketika kau bilang
“aku adalah fajar”
“ Morning sunshine”

Nyatanya; Kamu tak cukup kuat menjadikan aku matahari. Le Soleil
Nyatanya; Kamu Tak mampu memilih aku didalam masa lalu ku
Nyatanya; Kita hidup diatas hari ini dan dalam pagi yang baru
Senja memang tidak bisa jumpa pada sinar pagi.
Sebuah arah. Timur dan barat.

Meskipun senja dan fajar adalah satu. Tapi tak bisa bertemu.
Itulah kita.
Di malam dimana kita bersandar pada asap yang sama
Asap tetaplah asap. Lalu hilang bersama udara. Tak menjadi apa 
Seperti aku yang hanyalah sepenggal kisah

Ketika aku berani memulai dan mengakhiri
. Dan seperti engkau yang diam tak terkendali

Aku kini tidak lagi bicara CINTA
Tentang hari esok
Dimana kau katakan kita akan berjalan bersama

Sepi ; Aku telah kosong
Nanar ; Aku telah hancur
Detik ini masa lalu itu menghancurkan ku, lagi

Kenapa Tuhan memberikan ku banyak maaf untuk ku bagikan?
Bukan hanya untuk mu tapi pada semesta.

Tak ada yang salah
Atau tak ada yang lebih berani
Tak perlu ada kecewa lagi..


All is well
And I’m so fine..

Hanya duduk sendiri
Di warung senja yang remang
Ya, kini aku adalah senja yang pudar
Malam dan gerhana sudah datang lagi..
Ketika kamu mengizinkan ku untuk menyerah dan mundur.

Let me be
Menjadi senja bermain dalam gelas kopi sendirian

Tanpa membodohi aku.
Aku hanya mati dan sebuah lepehan
Seperti kekecewaan yang aku muntahkan bersama anggur merah kemarin malam
Tak ada lagi sinar pagi
Le Soleil harus menerka diri sendiri
Menghangatkan semesta meski Solana terasa begitu terbakar.
                                “kamu ga sesayang itu sama aku”
(Warung Senja – 22. 16 03 Juli 2012) – Didalam Djenar


Mimpi tentang rasa cinta di hati djenar sudah tamat riwayatnya. Djenar tidak akan kembali ke Ayodya bersama Rama-nya. Banyu, Djenar, masa lalu, bukanlah Rahwana yang membelenggu djenar. Karena hidup didalam analogi sungguh bukan hidup. Hidup djenar bukan dongeng klasik. Tak sesimple itu.

Malam lalu mungkin adalah malam kehancuran.
Sebotol anggur merah yang keluar dari isi perut mengeluarkan kegundahan dan derita. Pilihan yang salah dan harapan yang semu.
Banyu kini mengobati lukanya yang begitu dalam. Banyu tak pernah tahu bahwa ada surya dihati djenar. Banyu memporak-porandakan nadinya sendiri.,, karena seorang yang begitu tolol bernama Djenar.

Lantas surya…? Entah

Ada atau tidak adanya djenar didalam hidup surya tak pernah berarti apapun.. sinarnya.
Karena menjadi dewasa adalah sebuah kesakitan. Djenar tak ingin menjadi dewasa, djenar lelah memikirkan ambisinya, biarkan djenar bersama kopi hitam dan rokoknya..
Hidup bukanlah sebuah dongeng, bahkan cinta tak jadi soal ketika menentukan untuk melanjutkan hidup. Djenar telah memilih.

Adakah yang ingin tahu bagaimana perasaan djenar ?

“aku hancur, menghancurkan dan rasanya mati hati menjadi pilihan terindah”



Djenar, dalam pinggiran gelas kopi mu..
*jogja.
02.14
4 Juli 2012
………iseng, menunggu pagi.


Kutipan manis dari lagu yang menemani…

Alexandria – Peterpan – Menunggu Pagi
Entah kapan malam berhenti, teman aku masih menunggu pagi
Tapi sekarang aku udah mutusin aku ga akan milih siapa2.. kayanya aku lebih baik sendiri sekarang dan aku bikin kamu sakit lagi..
Itu dia masalahnya gas, aku ga pernah bener2 tau.. aku nunggu gas, nunggu.. tapi akhirnya aku sdar satu hal kamu ga sesayang itu sama aku……….  Kamu ga sesayang itu sama aku, aku ga akan milih siapa-siapa.

Marcel – Peri Cintaku
Benteng begitu tinggi sulit untuk ku gapai… Aku untuk kamu, kamu untuk aku, namun semua apa mungkin iman kita yang berbeda Tuhan memang satu, kita yang tak sama……

No comments:

Post a Comment